Program Biodiesel B50 Berpotensi Buka Lahan Sawit Baru hingga 9,2 Juta Hektare
Rektor Universitas Pertanian Bogor (IPB), Arief Satria, mengatakan pengembangan biodiesel 50 persen atau B50 berpotensi membuka lahan baru kelapa sawit hingga 9,2 juta hektare. Pasalnya, pengembangan B50 menyebabkan permintaan kapasitas produksi minyak kelapa sawit mentah atau CPO menjadi tinggi sehingga membutuhkan lebih banyak bahan baku.
Biodiesel B50 merupakan campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan 50% bahan bakar nabati (BBN). Indonesia saat ini sudah mengimplementasikan B35 yang merupakan BBM jenis solar dengan campuran 35% minyak sawit dan fatty acid methyl ester (FAME).
"Diperkirakan pembukaan lahan baru perkebunan kelapa sawit bisa mencapai 9,2 juta hektare untuk memenuhi kebutuuan biodiesel B50," ujar Arief dalam agenda Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) bertajuk "Energi Mandiri-Ekonomi Berdikari" di Jakarta, Senin (14/10).
Arie mengatakan, pengembangan biodiesel dengan cara membuka lahan baru bisa menimbulkan hambatan dagang karena negara maju, terutama Eropa, sudah akan menerapkan Undang-undang anti deforestasi. Hal tersebut juga bertolak belakang dengan target pemerintah dalam mencapai net zero emission (NZE) pada 2060.
Selain itu, pengembangan biodiesel juga menghadai risiko fiskal. Risiko tersebut muncul karena pelaksanaan program biodiesel sebagian besar didanai melalui anggara Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Dia mengatakan, pendanaan yang dimiliki oleh BPDPKS berpotensi semakin menipis karena adanya keterbatasan anggaran untuk program biodiesel dan program inti. Karena itu, diperlukan penerapan pajak karbon dan insentif hijau dalam pengembangan biodiesel melalui mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Di sisi lain, Arief mengatakan, implementasi program biodiesel dapat menjaga keseimbangan harga CPO di pasar dunia. Dengan demikina, harga di tingkat petani bisa membaik.
Selain itu, dia mengatakan, pengurangan emisi dari penggunaan biodiesel sebagai upaya transisi energi sudah mencapai 22,48 juta ton. "Menurut saya langkah kita ini progresif, dan kita perlu memetakan lebih jauh dari potensi-potensi yang ada untuk sumber-sumber bioenergi," ujarnya.
Selain sawit, Arief mengatakan, bahan baku bioenergi yang potensial adalah sekam padi, karet, dan sampah.