RUU EBET Ditargetkan Rampung Semester I 2025, Dukung Target Prabowo

Ringkasan
- WALHI menyebutkan terjadi deforestasi seluas 4,5 juta hektare di Indonesia selama sembilan tahun terakhir, yang bertentangan dengan klaim pemerintah tentang penurunan deforestasi tahunan.
- Uli Arta Siagian dari WALHI menilai bahwa penurunan izin alih fungsi hutan selama era Presiden Joko Widodo, yang mencapai 1,4 juta hektare dari 190 izin, tidak menunjukkan upaya pemerintah yang kuat dalam mencegah deforestasi. Penurunan tersebut lebih disebabkan oleh keterbatasan hutan yang tersedia di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
- Peningkatan deforestasi saat ini didorong oleh eksploitasi nikel yang merusak hutan di beberapa wilayah di Sulawesi dan Maluku, serta adanya tren peningkatan deforestasi di Papua akibat pemberian izin penggunaan hutan ke wilayah timur.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia menargetkan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) dapat segera diundang-undangkan pada Semester I tahun 2025. Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, mengatakan akan fokus membahas RUU EBET setelah Idul Fitri.
"Setelah lebaran itu secara khusus kita akan fokus membahas RUU energi baru terbarukan, Mudah-mudahan selesai dalam 6 bulan ke depan" ujar Sugeng saat dikonfirmasi Katadata, Jumat (31/1).
Sugeng mengatakan, pembentukan Undang-Undang (UU) EBET sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan usaha yang akan mengakselerasi pertumbuhan bauran energi bersih di Indonesia. Akselerasi EBT sangat diperlukan untuk menggantikan energi berbasis fosil yang dapat menyebabkan masalah terhadap lingkungan dan juga ekonomi di Indonesia.
Dia mengatakan UU ini juga diperlukan untuk mendorong tercapainya rencana Presiden Prabowo yang menginginkan 75 % dari keseluruhan pembangkit yang dibangun di Indonesia berasal dari EBT pada 2040. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan aturan-aturan hukum yang bisa membentuk ekosistem perkembangan energi baru terbarukan, salah satunya RUU EBET.
Sugeng mengatakan, nantinya pembahasan RUU EBET hanya akan melanjutkan sisa daftar inventaris masalah (DIM) yang belum disepakati pada periode sebelumnya yaitu mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan skema berbagi jaringan atau Power Wheeling.
"Memang sudah menjadi prioritas juga di program legislasi nasional sebagai RUU yang carry over," ucapnya.