Pengamat Ingatkan Kas Pemerintah di Himbara Tak Boleh Lari ke Energi Fosil
Sejumlah pengamat khawatir pemindahan dana kas pemerintah dari Bank Indonesia ke bank-bank milik pemerintah (Himbara) akan mengalir ke sektor energi fosil. Mereka berharap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membuat perjanjian dan regulasi spesifik bagi perbankan yang mendapatkan suntikan likuiditas ini.
“Tidak bisa sekadar diserahkan ke bank Himbara dalam pembiayaan kas pemerintah, karena langkah ini berisiko terjadinya aset telantar dan kredit macet,” kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, dalam keterangan tertulis, Jumat (12/9).
Menurutnya, Menkeu Purbaya perlu membuat perjanjian dan regulasi spesifik. Salah satunya dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan, untuk memastikan pengelolaan dana pemerintah sejalan dengan target bauran energi terbarukan 100% dalam sepuluh tahun ke depan.
Sementara itu, Policy Strategist CERAH Dwi Wulan, menilai pemerintah perlu mengadopsi kerangka environmental, social, governance (ESG) sebagai panduan penyaluran dana tersebut.
“Kerangka ini memastikan arus pembiayaan tidak menyuburkan sektor fosil, tapi mendorong transformasi menuju ekonomi hijau yang lebih resilient, inklusif, dan berkeadilan,” jelas Dwi.
Tambahan Likuiditas Harus Tepat Sasaran
Bhima menilai likuiditas tambahan ini harus tepat sasaran ke sektor yang membuka lapangan kerja. “Sektor energi terbarukan itu punya andil mendorong 19,4 juta green jobs dalam sepuluh tahun ke depan,” katanya.
Hingga saat ini, kurang dari 1% porsi penyaluran kredit dari bank Himbara yang dialirkan ke sektor energi terbarukan.
Bahkan dalam laporan #BersihkanBankmu “Mendanai Krisis Iklim: Bagaimana Perbankan di Indonesia Mendukung Pembiayaan Batu Bara”, terungkap lima bank yang mengucurkan pinjaman hingga US$ 5,6 miliar atau Rp 91,7 triliun (kurs Rp 16.380/US$) ke perusahaan batu bara terbesar di Indonesia selama 2021-2024.
Dari lima bank tersebut, tiga di antaranya merupakan bank Himbara, yaitu BRI, BNI, dan Bank Mandiri. Bank Mandiri menjadi entitas yang memberikan pinjaman dalam jumlah terbesar dan frekuensi tertinggi, mencapai US$ 3,2 miliar (Rp 52,4 triliun).
Padahal, potensi proyek energi berkelanjutan yang masih sangat besar dan membutuhkan bantuan pendanaan. Dwi menyebut, potensi energi terbarukan Indonesia mencapai 3.687 Gigawatt. Akan tetapi, baru 13 GW atau kurang dari 1% yang dimanfaatkan.
“Dengan memperkuat porsi pendanaan untuk energi bersih, pembangunan ekonomi melalui industrialisasi bisa didukung secara stabil dan berbiaya kompetitif,” kata Dwi.
Efeknya, Indonesia tidak hanya menjaga stabilitas fiskal. Melainkan juga membangun ketahanan energi dan menegaskan komitmen iklim nasional.
Kemenkeu Suntik Rp200 Triliun Kas Pemerintah ke Himbara
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan rencana penempatan Rp200 triliun kas pemerintah ke bank-bank Himbara mulai hari ini, Jumat (12/9).
Setiap bank memiliki porsi angka yang berbeda. Bank Mandiri mendapatkan alokasi Rp 55 triliun, Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebesar Rp 55 triliun, Bank Tabungan Negara (BTN) sebesar Rp 25 triliun, dan Bank Negara Indonesia (BNI) sebesar Rp 55 triliun. Sementara itu, Bank Syariah Negara (BSI) mendapatkan alokasi Rp 10 triliun.
Purbaya menegaskan, tambahan likuiditas tersebut tidak bisa dipakai untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN). Melainkan harus digunakan untuk menggerakkan ekonomi, seperti penyaluran kredit.
“Kita sudah bicara dengan pihak bank, jangan beli SRBI atau SBN. (Penggunaannya) suka-suka bank, yang penting kan likuiditas masuk ke sistem,” kata Purbaya, di Jakarta, pada Kamis (11/9).
