Lembaga Kajian AS Pertanyakan Kelayakan Co-firing Biomassa pada PLTU

Image title
8 Februari 2021, 15:28
Progres proyek program 35.000 MW dan kondisi kelistrikan di wilayah regional Jawa bagian Barat di lokasi proyek PLTU Lontar, Balaraja, Banten (29/3).
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi. Program co-firing pada PLTU, menurut IEEFA, tidak dapat menjadi senjata pamungkas untuk mencapai target bauran energi.

Kedua, intervensi kebijakan dan insentif pemerintah berperan penting dalam pengembangan co-firing di negara lain. Dukungan kebijakan seperti feed-in-tariffs (FITs) dan renewable portfolio standards (RPS) sangat penting. Namun, sampai saat ini belum ada rencana kebijakan insentif yang diperkenalkan di Indonesia.

Ketiga, untuk memahami keseluruhan imbas dari co-firing, sangat penting menganalisis dampaknya pada kondisi operasional dan keuangan PLN. Co-firing tidak dapat dievaluasi hanya berdasarkan biaya bahan bakar saja.

Potensi Biomassa Indonesia

Adhiguna memperkirakan teknologi mencapur bahan bakar akan mempengaruhi kondisi operasional PLTU. Termasuk di dalamnya, peningkatan pengendapan abu, korosi, dan penurunan efisiensi penggunaan bahan bakar. 

Biomassa kayu non-konvensional, seperti serbuk gergaji dapat menawarkan bahan bakar dengan harga lebih rendah. Tapi bahan baku ini perlu dikaitkan dengan kelayakan rencana pasokan dan penilaian teknis yang kredibel.

Evaluasi yang mendalam terhadap spesifikasi bahan bakar turunan sampah (RDF) berbasis limbah juga sangatlah penting. Hal ini mengingat sifat fisik dan kimianya yang tidak mudah untuk diaplikasikan dalam operasi co-firing.

Industri biomassa merupakan industri yang mengandalkan kebijakan dan memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi. Karena itu, keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen jangka panjang pemerintah dan PLN.

Pertumbuhan industri biomassa berbasis kayu di Indonesia baru-baru ini adalah imbas dari peningkatan permintaan internasional untuk bahan baku berkualitas dengan harga tinggi. "Apakah pasar akan berkembang untuk menanggapi permintaan biomassa PLN tapi dengan harga rendah? Masih menjadi pertanyaan,” ucapnya.

Proyeksi kenaikan pangsa produsen listrik independen (IPP) dan penurunan pangsa pembangkit listrik PLN dalam dekade mendatang juga perlu dipertimbangkan dalam mengevaluasi dampak menyeluruh dari program co-firing.

Indonesia berpotensi menjadi negara dengan basis biomassa yang kuat, dan ambisi co-firing bisa menjadi titik awal untuk memicu perkembangannya. “Namun, ambisi tersebut dapat dibangun dengan transparansi dan perencanaan yang baik untuk mendukung stabilitas pasar jangka panjang," kata Adhiguna.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...