Sektor Energi RI Dinilai Mampu Capai Target Bebas Karbon pada 2050

Happy Fajrian
31 Mei 2021, 17:36
bebas karbon, sektor energi,
Arief Kamaludin (Katadata)
Emisi karbon.

Lembaga pemikir bagi masyarakat sipil, Institute for Essential Services Reform (IESR), menilai bahwa secara teknologi dan ekonomi, sektor energi Indonesia mampu mencapai target bebas karbon atau nol emisi karbon pada 2050.

Laporan terbaru IESR yang bertajuk “Deep decarbonization of Indonesia’s energy system: A pathway to zero emissions by 2050” menjadi kajian komprehensif pertama di Indonesia yang menggambarkan peta jalan mencapai emisi nol karbon dalam sistem energi nasional.

"Dekarbonisasi sistem energi Indonesia dapat membawa dampak signifikan bagi kawasan dan menginspirasi negara lain untuk mempercepat transisi energi,” kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa melalui keterangan tertulis, Senin (31/5).

Meski demikian, menurut Fabby untuk mencapai target dekarbonisasi di sektor energi membutuhkan komitmen politik dan kepemimpinan yang kuat dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Dukungan kebijakan yang kuat akan mendorong pengembangan pembangkit energi terbarukan secara masif disertai dengan penurunan kapasitas pembangkit listrik fosil. Fabby menyebutkan bahwa langkah pertama dan krusial dari upaya dekarbonisasi adalah dengan mencapai puncak emisi paling lambat pada 2030.

Adapun laporan IESR menggunakan model transisi sistem energi yang dikembangkan oleh Lappeenranta University of Technology (LUT). Menurut model tersebut Indonesia mampu menggunakan 100% energi terbarukan di sektor kelistrikan, industri, dan transportasi.

“Model itu didesain menggunakan resolusi hitungan waktu per jam dan terdiri dari wilayah-wilayah yang saling terhubung, sehingga sangat relevan untuk model transisi energi di Indonesia serta memastikan pasokan energi yang stabil di segala jam dan wilayah,” kata Professor Ekonomi Surya LUT Christian Breyer.

Simak realiasi penurunan emisi karbon di sektor energi Indonesia empat tahun terakhir pada databoks berikut:

Satu dekade mendatang akan menjadi penentu bagi upaya dekarbonisasi di Indonesia. Untuk mulai menurunkan emisi gas rumah kaca, Indonesia perlu memasang sekitar 140 gigawatt (GW) energi terbarukan dengan komposisi 80% pembangkit listrik tenaga surya pada 2030.

Selain itu, penjualan mobil listrik dan sepeda motor perlu ditingkatkan masing-masing menjadi 2,9 juta dan 94,5 juta pada 2030. Suatu peningkatan yang sungguh dramatis bila dibandingkan dengan tingkat penjualan kendaraan listrik yang masih minim saat ini.

Di sektor industri, pemenuhan kebutuhan panas industri menggunakan listrik perlu menjadi pilihan utama, diikuti oleh energi biomassa. Hal terpenting lainnya, PLN perlu menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara pada 2025.

Butuh Investasi Sektor Energi Jumbo

Badan Energi Internasional (EIA) memperkirakan, untuk transisi energi demi mencapai target emisi nol bersih secara global pada 2050 akan membutuhkan investasi di sektor energi sebesar US$ 5 triliun atau lebih dari Rp 71.400 triliun (kurs US$ 1 = Rp 14.280) per tahun hingga 2030.

Jumlah tersebut lebih dari dua kali lipat investasi di sektor energi saat ini yang hanya sekitar US$ 2 triliun atau Rp 28.500 triliun. Tidak hanya itu investasi di sektor energi fosil juga harus segera dikurangi atau bahkan dihentikan.

“Investasi global di sektor energi fosil juga harus turun dari sekitar US$ 575 miliar (Rp 8.200 triliun) per tahun selama lima tahun terakhir menjadi hanya US$ 110 milar per tahun pada 2050,” tulis laporan IEA bertajuk ‘Net Zero by 2050’, seperti dikutip CNBC, Rabu (19/5).

IEA menyebutkan investasi energi fosil sebesar US$ 110 miliar pada 2050 dibutuhkan hanya untuk menjaga produksi pada lapangan minyak dan gas bumi eksisting. Walaupun prospek perusahaan energi global menghentikan proyek bahan bakar fosilnya mulai tahun depan sangat kecil kemungkinannya.

Perusahaan energi besar di dunia pun masih memiliki rencana investasi yang berfokus pada pengembangan energi fosil. Menurut laporan IEA, perusahaan energi dunia masih mencari dan menemukan ladang-ladang migas baru.

Sedangkan investasi sekitar US$ 5 triliun per tahun dibutuhkan salah satunya untuk mengembangkan energi baru terbarukan. Menurut peta jalan IEA tentang emisi nol bersih 2050, untuk memuluskan upaya mencapai target tersebut, pembangkit listrik tenaga surya dan angin akan menjadi andalan.

Dua sumber energi baru terbarukan ini, terutama energi surya, akan mendominasi sumber listrik dunia. Kontribusinya terhadap pembangkitan listrik secara global akan mencapai 70% pada 2050. Sementara kontribusi bahan bakar fosil akan turun dari sekitar 80% menjadi sedikit di atas 20% saja pada 2050.

IEA memperkirakan, tambahan kapasitas listrik dari pembangkit tenaga surya dan listrik akan mencapai masing-masing sebesar 630 gigawatt dan 390 gigawatt. Ini tidak hanya membutuhkan investasi yang super besar tetapi juga dukungan kebijakan pemerintah di seluruh dunia.

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...