Tsingshan akan Bangun Pabrik Litium Senilai Rp 5 Triliun di Indonesia
Tsingshan Holding Group tak main-main dalam ambisinya untuk menjadi pemain besar pada bisnis baterai kendaraan listrik. Setelah membangun pabrik pemrosesan nikel dan kobalt, perusahaan ini juga berencana untuk membangun pabrik pemrosesan litium di Indonesia.
Tsingshan akan bekerja sama dengan perusahaan asal Cina lainnnya, Chengxin Lithium Group, untuk membangun pabrik pemrosesan litium yang akan memproduksi 60.000 ton bahan kimia litium per tahun.
“Bisnis baterai akan menjadi bisni inti baru Tsingshan,” kata seorang eksekutif perusahaan yang tak menyebutkan namanya kepada Reuters, dikutip Jumat (26/11). Tsingshan sendiri tidak berkomentar tentang rencana ini.
Nantinya, Tsingshan akan menguasai 35% proyek ini, sedangkan Chengxin 65%. Untuk membangun pabrik ini keduanya akan menggunakan dana mereka sendiri 30% dari total kebutuhan pembiayaan sebesar US$ 350 juta, sedangkan sisanya berasal dari pinjaman.
Tidak ada informasi mengenai kapan proyek ini akan dimulai. Seorang pejabat Chengxin mengatakan bahwa mereka akan membutuhkan 450.000 ton konsentrat litium setiap tahun dari bijih litium hard-rock.
Meski demikian, tak seperti nikel dan kobalt yang banyak ditemukan di sekitar operasi Tsingshan di Indonesia, tidak ada deposit litium yang diketahui ditambang di negara ini. Ini berarti mereka harus mencari pasokan mineral kaya litium seperti spodumene dari luar negeri untuk bahan baku pabrik.
“Ada kemungkinan Chengxin dapat mengamankan offtake tambahan. Tapi kemungkinan persaingan untuk konsentrat spodumene akan sengit,” kata analis Wood Mackenzie, Allan Pedersen. Simak databoks berikut:
Analis menilai kedekatan Indonesia dengan Australia akan membantu Tsingshan dalam mendapatkan pasokan spodumene. Negeri Kangguru merupakan pemasok spodumene terbesar di dunia. Sekitar 51% peningkatan pasokan bahan baku litium global hingga 2025 akan berasal dari negara ini.
Perusahaan yang berbais di Shenzhen, Cina, ini juga telah memperluas basis sumber daya hulunya melalui akuisisi tambang di Argentina dan Zimbabwe. Tsingshan juga memiliki saham di Huirong Mining, yang sedang mengeksplorasi tambang litium di Sichuan.
Tsingshan menargetkan dapat memproduksi 24.000 ton setara litium karbonat di Argentina, bekerja sama dengan Eramet, perusahaan tambang dan metalurgi multinasional asal Prancis, dan akan memproduksi bahan baku baterai listrik lithium iron phospate (LFP) di Indonesia bersama Jiangsu Lopal.
Tsingshan telah merencanakan produksi tahunan setidaknya 230.000 ton nikel dan sekitar 27.000 ton kobalt untuk bahan baku baterai listrik di Indonesia. Ketika pabrik litium mulai beroperasi, Tsingshan akan memiliki pasokan yang besar dari tiga logam utama bahan baku baterai listrik.
Pabrik litium Tsingshan juga akan memajukan ambisi pemerintah Indonesia untuk menjadi pemain terkemuka dalam rantai pasokan EV, mengikuti investasi besar di negara ini oleh pembuat baterai LG Chem Ltd dan Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL).
Indonesia menargetkan untuk memproduksi 140 gigawatt jam baterai pada 2030, dan membutuhkan investasi sekitar US$ 35 miliar (Rp 500 triliun) untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik, yang fasilitas baterai, stasiun pengisian, daur ulang baterai dan fasilitas swap, dalam lima hingga sepuluh tahun.
Awal tahun ini, pemerintah meluncurkan Indonesia Battery Corporation, sebuah badan usaha milik negara yang bertujuan untuk mengembangkan sektor baterai di tanah air. Simak databoks berikut:
"Pabrik litium Chengxin/Tsingshan di Indonesia berdiri untuk mendapatkan keuntungan dari permintaan domestik, dan ditempatkan secara strategis untuk menjadi pemasok litium pilihan bagi pembuat baterai di dalam negeri yang tidak perlu membayar biaya pengiriman yang seharusnya mereka bayar untuk mengimpor litium," kata analis di Fitch Solutions, Sabrin Chowdhury.
Tsingshan juga diharapkan mendapat manfaat dari proyek pembangkit listrik energi bersih 2 gigawatt yang direncanakan di Indonesia yang akan membantu mengurangi biaya listrik perusahaan dan meningkatkan daya tariknya sebagai pemasok bahan EV utama yang rendah emisi. Tetapi Tsingshan juga harus mengatasi tantangan mendasar untuk menghasilkan produk litium yang dimurnikan secara menguntungkan dari awal.
Tsingshan telah menunjukkan kemampuan teknologinya dengan mengubah nikel pig iron (NPI) bermutu rendah yang melimpah di Indonesia menjadi nikel matte bermutu lebih tinggi yang merupakan bahan baku baja tahan karat dan baterai pada skala massal.
Masih ada pertanyaan apakah ia dapat melakukan hal serupa dengan litium yang jauh lebih langka, yang memiliki karakteristik geologisnya sendiri yang unik.
"Apakah mereka dapat menantang 5 besar di raksasa litium? Tapi Tsingshan tidak boleh diremehkan," kata direktur di Wood Mackenzie, Gavin Montgomery, mengacu pada raksasa lithium Albemarle Corp, Ganfeng Lithium Co Ltd, SQM, Tianqi Lithium Corp, dan Livent Corp.