Atur Kompensasi PLN, Perpres EBT Berpotensi Dongkrak Investasi Listrik

Muhamad Fajar Riyandanu
30 September 2022, 22:09
Warga melaksanakan persembahyangan di dekat panel surya yang terpasang di area persawahan desa berbasis energi baru dan terbarukan (EBT), Desa Keliki, Gianyar, Bali, Jumat (16/9/2022).
ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/rwa.
Warga melaksanakan persembahyangan di dekat panel surya yang terpasang di area persawahan desa berbasis energi baru dan terbarukan (EBT), Desa Keliki, Gianyar, Bali, Jumat (16/9/2022).

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan atau EBT dinilai menjadi alat yang efektif untuk menaikan investasi di sektor EBT. Pada Perpres tersebut, pemerintah berupaya untuk memberikan insentif kepada pelaku usaha EBT dan PLN sebagai pihak pembeli listrik.

Pada pasal 24 Perpres tersebut, pemerintah bakal memberikan kompensasi kepada PLN apabila pembelian tenaga listrik dari pembangkit EBT menyebabkan peningkatan Biaya Pokok Pembangkit (BPP) listrik. PLN harus diberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan.

Sementara bagi para pelaku usaha EBT, pemerintah juga akan memberi insentif fiskal maupun non fiskal. Seperti yang tertulis pada pasal 22, stimulus fiskal diantaranya yakni memberikan fasilitas pajak penghasilan dan pembebasan bea masuk impor.

Adapun beberapa insentif non fiskal yang diberikan pemerintah berupa kemudahan perizinan agraria atau pertanahan dalam rangka menurunkan biaya investasi.

Direktur Eksekutif Climate Policy Initiative, Tiza Mafira, mengatakan PLN tak perlu ragu untuk merambah sumber listrik dari energi terbarukan. Menurut Tiza, kekhawatiran soal kelebihan pasokan listrik akan menurun secara bertahap seiring dengan rencana pemerintah untuk melakukan pensiun dini pembangkit listrik batu bara.

"Insentif itu memberikan sinyal bahwa PLN jangan takut untuk mengadakan kontrak dengan pelaku usaha energi terbarukan, karena harga itu akan dikompensasi oleh Kementerian Keuangan dan jangan juga takut kelebihan kapasitas karena akan ada pensiun dini PLTU batu bara," kata Tiza.

Pernyataan tersebut diucapkan Tiza dalam diskusi daring bertajuk 'Presidential Regulation of The Republic of Indonesia Number 112 of 2022 on Acceleration of Renewable Energy Development for Electricity Supply: What are The Impacts and the Next Steps?' pada Jumat (30/9)

Tiza optimistis jika nilai investasi pada sektor EBT bisa berjalan lancar jika pemerintah komitmen untuk melakukan pensiun dini PLTU. Dia mengatakan, pensiun PLTU merupakan langkah penting untuk memberi ruang masuk listrik dari energi batu terbarukan.

"Saya yakin bahwa investasi EBT akan naik. Tidak hanya memberi insentif fiskal pada pensiun PLTU tapi juga memberikan kompensasi kepada PLN apabila dari hasil pembelian listrik dari EBT oleh PLN itu ternyata BPP menjadi naik," jelas Tiza.

Insentif  PLN belum bisa tutupi biaya produksi

Menanggapi hal tersebut, Executive Vide President Energi Baru Terbarukan PLN, Cita Dewi, menilai positif adanya insentif untuk membeli listrik dari sumber EBT. Cita juga menjelaskan, saat ini pihak PLN dan pemerintah sedang menyusun peta jalan soal kriteria PLTU yang bakal dipensiunkan dengan pertimbangan nilai keekonomian tiap-tiap proyek.

Peta jalan ini disusun PLN bersama Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. "Kriteria ini spesifik, nanti tunggu saja. Kami tidak bisa terlalu cepat menyampaikan karena Perpres ini baru keluar dan pemerintah masih mendiskusikannya. Finalisasinya tidak sedini itu," kata Cita.

Meski begitu, sejumlah insentif yang dijanjikan pemerintah di Perpres 112 masih tak sanggup menutup selisih antara harga jual listrik ke PLN dan biaya produksi listrik oleh pelaku usaha EBT. Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) menyatakan, harga pembelian tenaga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau PLTP yang ditetapkan oleh pemerintah tak sesuai harapan.

API mengajukan skema Feed in Tariff atau FiT, berbeda dari yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 yakni harga pembelian tenaga listrik dari PLTP dapat berubah dalam jangka waktu tertentu.

Dalam pasal 5 perpres tersebut, harga listrik berpotensi berubah-ubah dengan adanya kebijakan evaluasi harga yang dilakukan setiap tahun. Selain itu, ada aturan yang menuliskan kemungkinan praktik negosiasi dalam penentuan harga pembelian tenaga listrik.

Pemerintah menargetkan porsi energi baru terbarukan (EBT) mencapai 15,7% dari bauran energi nasional dalam Prioritas Nasional (PN) Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022. 

Grafik:

 

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...