Garap EBT hingga Perdagangan Karbon, Pertamina Siapkan Capex Rp 170 T
Pertamina telah menyiapkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar US$ 11, miliar atau Rp 170,9 triliun (kurs Rp 15.200) untuk pengembangan bisnis energi baru terbarukan (EBT), panas bumi, gas, bioenergi, perdagangan karbon serta ekspansi bisnis pada baterai dan kendaraan listrik.
Adapun perusahaan energi pelat merah ini tengah berupaya untuk mengejar target porsi energi gas sebesar 19% dan EBT sebesar 17% dalam bauran energinya pada 2030.
VP of Technical and engineering PT Pertamina Power Indonesia, Nanang Kurniawan, mengatakan produk bisnis energi bersih yang ditawarkan oleh perusahaan masih minim. Pada tahun 2021, produksi gas masih berada di tingkat 15% dari total bauran energi yang di produksi Pertamina.
Sementara itu, produk EBT masih berada di kisaran 1%. Produksi pengolahan bahan bakar minyak masih menjadi pabrikan terbesar dengan 81%.
“Pertamina menjalankan peran di satu sisi kewajiban untuk menjalankan penyediaan energi nasional dan juga menjalankan bisnis EBT,” kata Nanang saat menjadi pembicara di UOB Economic Outlook 2023 pada Kamis (29/9).
Guna meningkatkan portofolio EBT perusahaan menjadi 17% pada 2030, Pertamina telah mulai melaksanakan transisi secara bertahap melalui gas, energi fosil yang diklaim lebih bersih dari batu bara.
Nanang menyebut, transisi menuju EBT lewat gas disebut opsi yang paling relevan karena masih ada cadangan gas sebesar 45 triliun kaki kubik (TFC) di Indonesia.
“Gas punya peran penting dalam transisi energi. 50% penemuan sumur-sumur baru adalah gas. Gas juga bisa diproduksi secara kontinu, berbeda dengan EBT yang mayoritas masih intermiten,” sambungnya.
Selain gas, perusahaan energi nasional itu juga mendorong pengembangan energi panas bumi atau geothermal. Serumpun dengan gas, panas bumi menjadi salah satu sumber energi yang bisa diproduksi terus menerus. Nanang menjelaskan, saat ini Pertamina sudah memiliki sumber energi panas bumi sebesar 672 megawatt (MW).
Angka ini akan terus dikerek jadi 900 MW pada 2030. “Panas bumi adalah satu-satunya EBT yang bisa tidak intermiten. Beda dengan panel surya yang hanya optimal 4 jam sesuai sinar matahari,” ujar Nanang.
Jajaki Perdagangan Karbon
Selain itu, Pertamina juga mulai mengembangkan bioenergi, proyek percontohan hidrogen hijau, kilang minyak hijau, hingga menjajaki peluang bisnis di sektor perdagangan karbon. Nanang menjelaskan, saat ini perusahaan telah menjalin kerja sama dengan Perusahaan Umum Kehutanan Negara atau Perum Perhutani.
Dua perusahaan milik negara tersebut mulai mengkapling 700.000 hektar tanah di 9 lahan milik Perhutani dengan target penyerapan emisi carbon 11 juta ton C02.
“Kami sudah memulai kerja sama dengan Perhutani dengan nature based solution. Nanti reduksi emisinya dilakukan mekanisme perdagangan karbon di 9 lahan milik Perhutani,” tukas Nanang.