Menteri ESDM: Pensiun Dini PLTU Tak Akan Rugikan Pemilik Pembangkit
Menteri ESDM Arifin Tasrif memastikan pensiun dini PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) batu bara tidak akan merugikan pengusaha pemilik pembangkit. Pensiun dini pembangkit batu bara merupakan salah satu fokus dari pendanaan Just Energy Transitions Partnership (JETP).
Pemerintah telah meresmikan kantor sekretariat tim kerja JETP pada Kamis (16/2). Tugas Tim Kerja JETP untuk enam bulan ke depan adalah menyelesaikan peta jalan pensiun dini pembangkit listrik yang dianggap paling mencemari tersebut.
“Timeline penghapusan PLTU akan kita buat, menunya sudah ada, nanti dipilih mana-mana dulu yang paling aplikable, paling implementable. Nanti jika sudah dipensiunkan akan diganti dengan pembangkit listrik dengan energi yang lebih bersih,” ujar Arifin Tasrif dikutip Senin (20/2).
Untuk menentukan PLTU mana yang akan dipensiunkan, Arfin mengatakan pemerintah nanti akan memilih PLTU yang berada di wilayah produksi listriknya berlebih yang sudah tidak efisien dan pembakaran yang sudah tidak sesuai spek awal.
“Nanti akan dipilih wilayah mana yang produksi listriknya yang berlebihan, unit yang sudah tidak efisien karena yang tidak efisien juga konsumsi bahan bakarnya pasti boros, kalau pembakarannya sudah tidak seperti awalnya otomatis energi yang dihasilkan juga tidak lagi seoptimal pada awalnya,” ujarnya.
Indonesia mendapatkan komitmen pendanaan US$ 20 miliar atau sekitar Rp 302 triliun (asumsi kurs Rp 15.100/dolar AS) dalam program JETP dari sejumlah negara maju. Pendanaan itu beragam bentuknya, dari hibah, pinjaman hingga bantuan. Mempensiunkan PLTU merupakan bagian dari program ini untuk menurunkan emisi.
Selanjutnya, Menteri Arifin menegaskan bahwa mempensiunkan PLTU dan menggantinya dengan pembangkit yang lebih ramah lingkungan ini tidak akan merugikan pemilik pembangkit karena prinsipnya aset PLTU tersebut akan dibeli kemudian dioperasikan dengan waktu yang lebih cepat untuk penghentiannya.
“Tidak akan merugikan pemilik PLTU karena nanti akan dihitung sebetulnya nilai asetnya itu berapa dan bagaimana kalau mempercepatnya, bukan menutupnya. Kita tidak bisa menutupnya,” kata Arifin.
Dia mencontohkan, misalkan usia operasional PLTU masih tersisa 15 tahun, apakah bisa dipercepat menjadi 3 tahun. Lalu apa kompensasi yang harus dibayarkan untuk mempercepat masa pensiunnya. “Kita akan melihat nilainya saat ini berapa dan saat tiga tahun berapa jadi intinya harus ada keterbukaan berdasarkan best practice yang ada,” kata dia.
Arifin juga menyinggung program lain terkait pembangkit dengan tujuan yang sama menurunkan emisi yakni dengan mengkonversi pembangkit tinggi emisi denga yang rendah emisi mislanya mengkonversi pembangkit berbahan baku BBM dengan gas.
“Kita juga akan melihat yang lainnya seperti pembangkit BBM dan kita akan mempercepat konversi pembangkit BBM ke gas dan dari gas ke energi baru dan tercepat adalah konversi pembangkit ini jika ingin menurunkan emisi dan cost,” tutup Arifin.