ICDX Resmi Fasilitasi Perdagangan Sertifikat Energi Terbarukan
Indonesia Commodity and Derivatives Exchange Group (ICDX Group), anak usaha Indonesia Climate Exchange (ICX), resmi memfasilitasi perdagangan perdana Renewable Energy Certificate (REC) atau sertifikat energi terbarukan.
Fasilitas perdagangan tersebut dilakukan mengingat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menerbitkan aturan tentang bursa karbon atau PJOK No.14/2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon.
CEO Indonesia Climate Exchange Megain Widjaja mengatakan, perdagangan REC pertama kalinya ini yang dilakukan secara sukarela oleh ICX bertujuan untuk mendukung transisi energi karena bersumber dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan juga pembangkit listrik tenaga mikrohidro.
Dia menyebutkan, perdagangan tersebut nantinya akan mencakup transaksi REC sebanyak 1,050 megawatt hour (MWh), dengan harga pembukaan lelang mulai dari Rp 35.000 dan penutupan lelang di harga Rp 38.000, atau naik 8,57%.
“Jadi REC ini merupakan sertifikat yang akan membuktikan bahwa produksi tenaga listrik per MWh ini berasalnya dari pembangkit listrik non-fosil, ini memang salah satu upaya untuk mendukung transisi energi dan bauran energi 34% di 2030,” ujar Megain, dalam Media Briefing, di Jakarta, Kamis (24/8).
Dia menyebutkan, pbangkit listrik non-fosil tersebut antara lain seperti, teknologi energi panas bumi, pembangkit tenaga angin, pembangkit tenaga air, tenaga surya, serta pembangkit berbasis bioenergi.
Megain mengatakan, perdagangan REC di ICX tersebut tentunya sudah melakukan percobaan dan penyelarasan agar sesuai dengan standar global, baik dalam hal teknologi, maupun ekosistemnya. Dia menuturkan, pihaknya akan terus berkomitmen untuk mengembangkan ruang lingkup instrumen iklim lainnya.
“Dengan begitu kita berharap, kita dapat menjadi platform yang dapat dimanfaatkan bagi pemerintah dan para pelaku industri untuk menuju operasional rendah emisi karbon,” kata dia.
Disisi lain, Megain optimis bahwa ICX dapat menjadi sebuah model baru penerapan dalam perdagangan instrumen iklim, khususnya perdagangan karbon secara luar.
Dengan begitu, dia berharap Indonesia juga bisa melakukan transisi energi agar tidak tertinggal dengan negara lainnya. “Kita juga berharap, bisa mempercepat adopsi perdagangan karbon di berbagai industri di Indonesia,” ujarnya.
Untuk itu, dia mengatakan dalam pengembangan terkait perdagangan instrumen iklim tersebut diperlukannya dukungan antar pelaku usaha dan pemerintah. Sehingga dapat mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) secara unconditional.
Adapun target NDC secara unconditional tersebut yaitu sebesar 31,89% dan target conditional sebesar 43,2% dengan mekanisme Business as Usual (BaU) pada 2030 dalam upaya penurunan emisi karbon.
“Semoga regulasi yang kita buat bisa diterima oleh pelaku pasar. Dan dalam hal ini kami mengajak seluruh stakeholder untuk bisa sama-sama dalam melakukan upaya penurunan emisi karbon ini,” ujarnya.
Dia menyebutkan, perdagangan REC tersebut telah diikuti oleh sejumlah entitas. Beberapa korporasi yang telah berpartisipasi yakni PT Agrodana Futures, PT Phillip Futures, PT Victory International Futures, PT Magnet Berjangka Indonesia, PT Rajawali Kapital Berjangka, PT Handal Semesta Berjangka, serta beberapa entitas lainnya.