Ada Target 3,6 GW, AESI Minta ESDM Kebut Revisi Permen PLTS Atap
Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) berharap revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 26/2021 tentang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap yang telah melalui proses harmonisasi bisa segera diundangkan.
Harapan itu muncul mengingat bahwa pengundangan tersebut dapat memberikan kepastian bagi konsumen yang ingin memasang PLTS Atap dan pelaku usaha, serta bisa mendukung tercapainya target program strategis nasional (PSN) PLTS atap sebesar 3,6 GW pada 2025.
Sejak awal 2023, Kementerian ESDM telah memulai proses revisi Permen ESDM No. 26/2021 tersebut yang bertujuan sebagai tanggapan atas kendala pemasangan PLTS atap yang terjadi dari 2022 hingga saat ini.
Berdasarkan informasi Kementerian ESDM, substansi perubahan dalam Permen ESDM No. 26/2012 adalah, tidak adanya pembatasan kapasitas PLTS atap maksimum 100% daya terpasang melainkan berdasar kuota sistem, peniadaan ekspor kelebihan listrik, dan penghapusan biaya kapasitas untuk pelanggan industri (sebelumnya 5 jam).
Selain itu, adanya waktu pengajuan pemasangan PLTS atap yang dibatasi 2 kali dalam setahun, serta adanya ketentuan peralihan untuk pelanggan eksisting yang telah memasang PLTS atap sebelum revisi dikeluarkan.
Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa mengatakan, revisi Permen ESDM No. 26/2021, walaupun dalam pandangan pihaknya tidak ideal, namun merupakan win-win solution bagi PLN dan pelaku usaha PLTS Atap, serta konsumen dalam kondisi over capacity listrik saat ini.
“Fakta ini harus diterima oleh semua pihak, dengan harapan situasi di masa depan akan semakin membaik dan PLTS Atap masih bisa tumbuh,” ujar Fabby melalui keterangan resmi, dikutip Senin (11/9).
Untuk diketahui, sejak diundangkan di bulan Agustus 2021 dan secara resmi disosialisasikan di 2022, Permen ESDM 26/2021 yang di atas kertas memiliki beragam klausul dukungan pemanfaatan PLTS atap justru tidak berjalan efektif sebagaimana yang diharapkan AESI.
Sejak awal 2022, PT PLN melakukan pembatasan 10-15% dari daya listrik terpasang pelanggan, proses perizinan berbelit dan kurang transparan. Situasi ini berkontribusi pada tidak tercapainya target 450 MWp tambahan kapasitas PLTS di 2022 oleh pemerintah.
Adapun sejak pemerintah mengumumkan revisi permen, banyak calon pelanggan PLTS atap dari berbagai sektor cenderung menunggu atau wait and see, sehingga peningkatan jumlah pelanggan dan kapasitas terpasang PLTS atap hingga tengah tahun 2023 masih lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Oleh sebab itu, AESI mendesak agar revisi peraturan tersebut yang saat ini masih tertahan di meja presiden, bisa segera disahkan. Sehingga memberikan kepastian bagi konsumen dan pelaku usaha yang saat ini masih wait and see.
“Adanya kepastian ini juga akan membuat sistem PLTS Atap yang telah dipasang di berbagai bangunan komersial dan industri sejak tahun lalu, yang diperkirakan telah mencapai 200-300 MWp, dapat segera tersambung,” kata Fabby.
Disisi lain, AESI menyadari meski peniadaan ekspor kelebihan listrik akan menurunkan keekonomian PLTS atap terutama untuk pelanggan rumah tangga kecil, yang beban puncaknya cenderung di malam hari.
Namun kepastian dan jaminan kemudahan prosedur pemasangan sesungguhnya menjadi faktor penting bagi kelompok early adopters, yaitu pengadopsi teknologi yang tidak terlalu sensitif pada keekonomian. “Kelompok rumah tangga R2 (3500 - 5500VA) ke atas merupakan potensi early adopters ini,” kata dia.
Berdasarkan survei pasar yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR) di 7 provinsi di Indonesia pada 2019 - 2021 terdapat 2% rumah tangga yang masuk dalam kategori early adopters, dan early followers (yang akan mengikuti jika ada contoh dan keekonomian membaik) di kisaran 11% sampai 19%.
“Kelompok early adopters memiliki kemampuan finansial untuk memasang PLTS Atap dan tidak terlalu terpengaruh dengan pembatasan ekspor,“ kata Fabby.
Dengan begitu, adanya pengesahan revisi Permen ESDM No. 26/2021 akan memperkuat pengambilan keputusan early adopters dan early followers, termasuk membuka pilihan penggunaan sistem penyimpanan energi (baterai) untuk mengoptimalkan produksi listrik surya yang tidak bisa diekspor untuk dipakai di malam hari.