Perangi Polusi Udara, Indonesia Perlu Undang-Undang Energi Terbarukan

Nadya Zahira
22 September 2023, 18:55
Penggunaan energi terbarukan seperti energi surya akan menurunkan polusi udara.
ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.
Penggunaan energi terbarukan seperti energi surya akan menurunkan polusi udara.

Centre for Environmental Law (ICEL) meminta pemerintah untuk menghapus energi baru dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). ICEL menyarankan RUU tersebut diubah menjadi Rancangan Undang-Undang Energi Terbarukan (RUU ET) agar bisa berkontribusi menurunkan polusi udara di masa depan. 

Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan ICEL Fajri Fadhillah mengatakan hal tersebut lantaran penggunaan energi baru yang bersumber dari bahan bakar fosil akan berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang, melalui penurunan kualitas udara.  Apalagi, mengingat kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya belakangan ini menjadi sorotan karena berada di level tidak sehat. 

Fajri mengatakan, sejatinya RUU ET tersebut dapat berperan sebagai payung hukum untuk menjaga kualitas udara sehat di seluruh Indonesia, mengingat salah satu sumber pencemar udara adalah pembangkit listrik berbasis energi fosil seperti batu bara.

“Tapi kalau RUU EBET tidak diubah jadi RUU ET, maka sama saja kondisi udara buruk di Jakarta akan tetap terjadi karena energi baru kan berasal dari fosil,” ujarnya dalam acara, ‘Ubah RUU EBET jadi UU ET: Akselerasi Energi Terbarukan untuk Perangi Polusi Udara’, Jakarta, Jumat (22/9). 

Menurut Fajri, selain manfaat kesehatan, draf RUU EBET sebenarnya sudah memasukkan poin-poin pertimbangan yang penting terkait penggunaan sumber energi di antaranya biaya investasi, manfaat lingkungan, sosial, dan manfaat penurunan emisi gas rumah kaca. 

Namun, pertimbangan tersebut justru bertentangan dengan pilihan sumber energi yang digunakan karena masih mengandalkan energi fosil berkedok energi baru. “Pemerintah dan DPR mestinya fokus saja mengatur energi terbarukan, tidak perlu lagi ditambahkan dengan energi baru yang sumbernya kita tahu dari mana,” kata Fajri.

Dunia Internasional Tidak Mengenal Energi Baru

Pada kesempatan yang sama, Dosen Hukum Lingkungan Universitas Padjadjaran  Yulinda Adharani mengatakan, RUU EBET yang saat ini sedang dibahas antara DPR dan pemerintah masih jauh yang diharapkan untuk mendukung transisi ke energi terbarukan. Apalagi jika mengingat tujuan awal RUU ini dibuat adalah untuk mendorong transisi ke energi yang lebih ramah lingkungan.

Menurutnya, draf yang ada saat ini memberi ruang yang sama antara energi baru dan energi terbarukan. Hal ini justru sangat kontraproduktif dengan upaya Indonesia keluar dari ketergantungan terhadap energi fosil. 

“Istilah ‘new energy’ itu tidak dikenal di dunia internasional. Ketika Indonesia seharusnya lebih ambisius dalam mencapai target bauran energi terbarukan, rencana regulasi yang sedang disusun malah tidak sejalan dengan ambisi itu,” tutur Yulinda.

Dia menilai, Indonesia saat ini justru butuh payung hukum yang jelas khusus untuk energi terbarukan. Untuk itu, dia merekomendasikan beberapa hal yang harus dilakukan DPR dan pemerintah. 

Pertama, perlu ada lembaga atau badan khusus yang mengelola energi terbarukan agar capaian transisi energi terlaksana dengan baik. Kedua, jika tujuannya untuk transisi energi, lebih baik fokus pada energi terbarukan saja, sementara regulasi mengenai energi baru dimasukkan dalam perubahan UU sektoral.

Ketiga, perlu ada penguatan peran pemerintah daerah serta partisipasi publik dalam mengelola energi terbarukan. Keempat, tetap memperhatikan lingkungan dan mengutamakan teknologi ramah lingkungan. 

“Karena bagaimana pun, dalam draf yang sudah ada sekarang pun, sudah mengatur bahwa regulasi ini akan mempertimbangkan manfaatnya bagi lingkungan, hanya saja realisasi dari ketentuan itu yang masih perlu dipertegas" ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah menargetkan RUU EBET dapat disahkan menjadi UU sebelum gelaran KTT G20 di Bali pada November 2022. Target tersebut meleset lantaran masih ada satu isu yang mengganjal, yakni terkait skema power wheeling yang mendapat catatan khusus dari Kementerian Keuangan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif  dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR pada Juni lalu menyebut RUU EBET bisa membantu target Indonesia mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 dan target National Determined Contribution (NDC). 

"Rancangan RUU EBET diperlukan sebagai regulasi komprehensif untuk menciptakan iklim pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang berkelanjutan dan berkeadilan, di samping capaian target NDC, NZE, serta mendukung pembangunan green industry dan pertumbuhan ekonomi," ujar Arifin.  

Menurutnya, RUU EBET juga memberi ruang kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyediaan dan pemanfaatan EBET, seperti energi panas bumi, tenaga surya, tenaga angin, laut, dan bioenergi. Selain itu, pemerintah yakin RUU EBET akan memberikan kepastian hukum dalam pengembangan EBET sehingga iklim investasi di sektor tersebut juga bakal lebih kondusif. 

Reporter: Nadya Zahira

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...