PLN Kaji Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, Kapasitasnya Masih Kecil
PT PLN (Persero) menyiapkan sejumlah skenario dalam mengembangkan transisi energi bersih di Indonesia. Salah satunya yaitu dengan mengkaji penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Wakil Presiden Pengembangan Teknologi PLN Indonesia Power, Mochamad Soleh, mengatakan pihaknya berencana untuk menerapkan nuclear power generation atau pembangkit nuklir hanya dengan 100 Mega Watt (MW). Dia mengatakan, kajian tersebut yaitu terkait teknologi reaktor modular nuklir skala kecil atau nuclear small modular reactor
“Kemudian nanti bisa menggantikan diesel power plan,” ujar Soleh dalam acara Collaborative Strategies for a Greener Energy Industry yang disiarkan secara daring, Selasa (17/10).
Penelitian dilakukan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), United States Trade and Development Agency (USTDA), dan perusahaan energi asal Amerika Serikat (AS) NuScale Power.
Selain nuklir, dia mengatakan, PLN juga melakukan sejumlah upaya menurunkan emisi karbon dengan menggunakan co-firing atau biomassa untuk PLTU. Setelah itu, PLN akan melakukan pensiun PLTU secara bertahap.
“Jadi PLTU masih berdiri, masih bisa digunakan. Namun bahan bakarnya yang bebas karbon seperti hidrogen, dan ada juga penangkapan karbon dan instalasi baterai,” ujarnya.
Indonesia Fokus Kembangkan Tiga Jenis Energi Baru
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan, Indonesia akan fokus pada pengembangan tiga jenis energi baru untuk mencapai target NZE pada 2060. Ketiga jenis energi baru tersebut adalah energi hidrogen, nuklir, dan amonia.
Namun, Yudo mengatakan, masih ada tantangan dalam pengembangan ketiga energi tersebut, salah satunya harga energi baru itu tidak terjangkau bagi masyarakat.
“Kita mau Indonesia maju. Untuk mencapai hal itu, kita perlu energi baru yang affordable yang bisa kita dapatkan di sini, kita juga fokuskan kepada energi nuklir, hidrogen, dan amonia," ujar Yudo dalam acara UOB Gateway to ASEAN Conference 2023, di Jakarta, Rabu (11/10).
Sejatinya, pemerintah telah menyiapkan peta jalan pemanfaatan hidrogen dan amonia hijau hingga 2060. Dokumen ini akan memuat regulasi, standar, infrastruktur, teknologi, hingga soal permintaan dan penawaran.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan Indonesia berpotensi menjadi pusat (hub) hidrogen global. Pemerintah juga mempertimbangkan kontribusi hidrogen dalam transisi energi di Indonesia.
Menurutnya, hidrogen telah dimanfaatkan di Indonesia dalam sektor industri, terutama sebagai bahan baku pupuk. Konsumsi hidrogen di Indonesia saat ini berkisar 1,75 juta ton per tahun, dengan pemanfaatan didominasi untuk urea (88%), amonia (4%), dan kilang minyak (2%).
"Hidrogen hijau akan memainkan peran penting dalam dekarbonisasi sektor transportasi yang akan dimulai pada tahun 2031, dan sektor industri dimulai pada tahun 2041," ujar Dadan, Senin (28/8).