PLN Sulit Tingkatkan Kapasitas PLTS karena Kelebihan Pasokan Listrik
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyatakan perusahaan sulit meningkatkan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akibat kondisi kelebihan pasokan atau oversupply listrik. Analis Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Putra Adhiguna mengatakan, alasan mendasar PLN sulit meningkatkan kapasitas terpasang PLTS adalah karena kelebihan kapasitas di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
“Selain itu, situasi keuangan PLN yang tidak mudah juga membuat pengadaan PLTS menjadi sulit,” ujar Adhi kepada Katadata.co.id, saat dihubungi pada Selasa (14/11).
Adhi mengatakan, kondisi tersebut akan berdampak pada terhambatnya rencana PLN untuk meningkatkan kapasitas terpasang panel surya dalam rencana penyediaan listrik sampai 2030 mendatang. Dia juga menyebutkan ada faktor-faktor eksternal yang membuat PLN sulit meningkatkan kapasitas PLTS, seperti keterbatasan lahan, hingga kemampuan produsen panel surya dalam negeri yang perlu ditingkatkan.
“Tetapi, pemegang kuncinya tetap berada di PLN sebagai pelaku utama sektor kelistrikan. Maka dari itu, PLN harus melakukan perbaikan proses pengadaan PLTS,” kata Adhi.
Adhi mengatakan, adanya perbaikan proses pengadaan PLTS akan sangat membantu, baik dalam hal prosedural, maupun kejelasan rencana pengadaan dalam jangka pendek dan panjang.
Selain itu, dia menyebutkan bahwa pembangunan industri PLTS domestik juga harus dilakukan, “Mengingat topik impor adalah perkara sensitif namun kepastian demand-nya perlu dibangun,” kata dia.
Seperti diketahui, kapasitas terpasang panel surya di Indonesia hingga akhir 2022 baru berada di level 0,3 Gigawatt (GW). Kapasitas listrik panel surya itu terpaut jauh dari torehan Thailand dan Vietnam, masing-masing mencatatkan kapasitas 3,1 GW dan 18,5 GW.
Sementara itu, Indonesia juga masih tertinggal dari Malaysia, Filipina, dan Kamboja yang masing-masing mencatatkan kapasitas terpasang PLTS masing-masing sebesar 1,9 GW, 1,6 GW dan 0,5 GW pada 2022.
“Vietnam tidak memiliki kelebihan kapasitas dan masih terus berusaha untuk mengimbangi permintaan listrik mereka. Situasinya menjadi berbeda,” kata Adhi.
Untuk diketahui, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, PLN menargetkan realisasi kapasitas terpasang panel surya dapat menyentuh di angka 5 GW.
RUPTL 2021-2030 diklaim sebagai rancangan penyediaan listrik yang paling hijau. Pada rencana ini, porsi pembangkit EBT mencapai 51,6%, lebih tinggi dari RUPTL 2019-2028 yakni 30%.
Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR Mercy Chriesty Barends, mengatakan bauran EBT pada sistem pembangkit domestik sejauh ini baru menyentuh 14,7%. Artinya, masih ada selisih sekira 7% sampai 8% untuk menuju 23% pada 2025.
“Dalam sisa tahun itu harus kerja keras. Apakah ini masuk akal? Harus ada kerja sama, dan sejauh ini pemerintah masih on track," ujar Mercy di Djakarta Theater pada Sabtu (24/6).
Mercy yang juga menjabat sebagai Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR itu juga mengatakan bahwa mayoritas sumber listrik domestik masih dihasilkan melalui pembakaran batu bara di PLTU dengan persentase 62%. Penggunaan pembangkit energi fosil di dalam negeri juga bakal meroket menjadi sekira 85% jika menghitung penggunaan pembangkit listrik tenaga diesel.