Pembangkit Nuklir Beroperasi 2032, Ini Sederet Investor yang Antre
Pemerintah berencana mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) secara komersial pada 2032. Kapasitas PLTN tersebut ditargetkan mencapai 9 gigawatt (GW) pada 2060.
Rencana operasi PLTN pada 2023 tersebut muncul dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang sudah dirampungkan Dewan Energi Nasional (DEN). Sebelumnya dalam peta jalan net zero emission, PLTN ditargetkan beroperasi pada 2039.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan posisi nuklir dalam KEN sudah berubah.
“Dalam revisi KEN yang baru juga sudah diperbaiki, nuklir sebagai pilihan terakhir sudah dihapuskan,” kata Yudo dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI pada Rabu (15/11).
Diminati Investor
Sejumlah investor pun mulai antre untuk mengembangkan PLTN di Indonesia. Untuk itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah mulai memetakan potensi bahan galian nuklir di dalam negeri.
Menurut catatan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) pada 2019, RI memiliki total sumber daya uranium 81.090 ton dan thorium 140.411 ton. Bahan baku nuklir tersebut tersebar di tiga wilayah, yakni Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.
Sumatra memiliki 31.567 ton uranium dan 126.821 ton thorium, Kalimantan 45.731 ton uranium dan 7.028 ton thorium, dan Sulawesi 3.793 ton uranium dan 6.562 ton thorium. Adapun satu pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) berkapasitas 1.000 MW membutuhkan 21 ton uranium yang dapat memproduksi listrik selama 1,5 tahun.
Berikut perusahaan yang sudah berminat bangun PLTN di Indonesia:
1. Thorcon
PT ThorCon Power Indonesia dikabarkan telah menyiapkan dana investasi Rp 17 triliun untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) berbasis thorium di Pulau Gelasa, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Namun, mereka ingin mendapatkan kepastian hukum terlebih dahulu sebelum merealisasikan investasinya.
Direktur Operasi ThorCon Power Indonesia Bob S. Effendi mengatakan, dana investasi sebesar Rp 17 triliun yang telah disiapkan untuk pembangunan PLTN Thorium di Pulau Gelasa Provinsi Kepulauan Babel.
“Kami mengharapkan pemerintah untuk memberikan payung Perpres, agar perubahan-perubahan terkait tata ruang yang dilakukan oleh pemprov dapat dipayungi oleh Perpres,” katanya di Pangkalpinang, Rabu (29/3).
Ia mengatakan energi thorium dan nuklir merupakan sumber energi yang dapat memberikan nilai ekonomis dan kebermanfaatan yang lebih besar dari batubara. Dengan demikian, peralihan dari batubara ke nuklir merupakan suatu hal yang tidak dapat terelakkan.
Bob mengatakan, pihaknya sudah melakukan berbagai kajian selama 2 tahun belakangan. Dari hasil menunjukkan setiap dampak dari PLTN Thorium ini dapat dimitigasi dan tidak memberikan dampak yang permanen bagi lingkungan.
Sebagai informasi, thorium merupakan unsur kimia logam radioaktif lemah dengan simbol Th dan nomor atom 90. Thorium berwarna keperakan dan bernoda hitam ketika terkena udara, membentuk torium dioksida. Thorium disebut empat kali lebih banyak dibandingkan uranium, mudah dibentuk dan memiliki titik leleh yang tinggi.
Thorium lebih aman dan lebih efisien untuk ditambang daripada uranium, sehingga membuatnya lebih ramah lingkungan. Persentase thorium yang ditemukan dalam bijihnya umumnya lebih besar daripada persentase uranium yang ditemukan dalam bijihnya, sehingga lebih hemat biaya.
2. Korea Hydro and Nuclear Power
Korea Hydro and Nuclear Power Co LTD (KHNP) telah menjajaki potensi kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan melalui pembangunan PLTN. Perusahaan asal Korea Selatan itu sudah didirikan sejak tahun 2016 sebagai badan usaha milik negara di negara tersebut.
KHNP telah mengoperasikan sekitar 25 unit pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), 37 pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan beberapa pembangkit skala kecil lainnya. Hal itu menjadikannya sebagai pusat pembangkit listrik terbesar di Korea Selatan dan memenuhi sekitar 30% kebutuhan listrik domestik
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bahkan sudah mengunjungi perusahaan tersebut saat lawatannya ke Korea Selatan pada September 2023.
Korea Selatan juga telah mengajukan diri untuk bergabung di dalam proyek kerja sama pengembangan PLTN berteknologi Small Modular Reaktor (SMR) berkapasitas 77 megawatt di Kalimantan Barat.
Komitmen tersebut ditujukan dengan mengirim delegasi Wakil Menteri Perdagangan, Industri dan Energi Korsel, Jang Young Jin untuk menghadap Menteri ESDM Arifin Tasrif di Kantor Kementerian ESDM pada Senin (15/5) kemarin.
3. PLN Indonesia Power
Subholding PT PLN (Persero), PT PLN Indonesia Power (PLN IP) juga berencana akan melakukan studi pengembangan nuclear small modular reactor atau reaktor modular kecil di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat pada 2030. Langkah ini dilakukan sebagai upaya mempercepat transisi energi di Indonesia.
Dalam studi tersebut, PLN IP bersinergi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), PT PLN (Persero), USTDA serta NuScale Power.
Direktur Pengembangan Bisnis dan Niaga PLN Indonesia Power, Bernadus Sudarmanta mengatakan PT Indonesia Power siap membangun PLTN pertama di Indonesia. Adapun prospek lokasi untuk PLTN pertama ini rencananya ada di Kalimantan Barat karena daerah tersebut disebut-sebut kaya akan uranium.