Aturan Baru PLTS Atap Terbit, Terapkan Sistem Kuota per Klaster

Rena Laila Wuri
23 Februari 2024, 16:29
Petugas melakukan perawatan terhadap panel surya di atap gedung Hotel Claro, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (2/8/2023). Kementerian ESDM mencatat pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap secara nasional hingga Mei 2023 telah mencapai 95 m
ANTARA FOTO/Arnas Padda/hp.
Petugas melakukan perawatan terhadap panel surya di atap gedung Hotel Claro, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (2/8/2023). Kementerian ESDM mencatat pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap secara nasional hingga Mei 2023 telah mencapai 95 megawatt atau sekitar 0,3 persen dari potensi PLTS atap di Indonesia yang dapat mencapai 32,5 gigawatt.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pemerintah mengeluarkan aturan baru terkait Pembangkit Tenaga Listrik Surya (PLTS)  atap yang diteken Menteri ESDM Airifn Tasrif pada 29 Januari 2024. Aturan tersebut menetapkan mekanisme kuota sistem kelistrikan pemilik Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU). 

Beleid itu tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum.

“Pemegang IUPTLU wajib menyusun kuota pengembangan Sistem PLTS Atap untuk setiap Sistem Tenaga Listrik, yang artinya pengembangan PLTS Atap dilakukan melalui sistem kuota,” tulis beleid pasal 7 ayat 1 yang diteken Menteri ESDM Airifn Tasrif pada 29 Januari 2024, dikutip Jumat (23/2).

Sekretaris Jendral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, mengatakan mekanisme kuota ini diberlakukan guna menjaga kualitas penyaluran listrik PLN. Pasalnya, PLN mempunyai keterbatasan untuk menerima listrik dari PLTS Atap.

“Di satu sisi, PLN harus menyediakan listrik yang siap salur. Supaya tetap kualitas PLN terjamin ke masyarakat itu ada kuotanya,” kata Dadan ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (23/2).

Nantinya kuota pengembangan PLTS Atap akan ditetapkan oleh Dirjen Ketenagalistrikan berdasarkan pembahasan atau usulan yang diajukan oleh PT PLN (Persero).

Dalam aturan tersebut, sistem kuota pengembangan akan disusun untuk jangka waktu 5 tahun dan dirinci setiap tahunnya. 

“Usulan kuota pengembangan Sistem PLTS Atap sebagaimana dimaksud untuk tahun 2024 sampai dengan tahun 2028, disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Menteri ini diundangkan,” tulis baleid Pasal 8 ayat 4.

Selanjutnya, usulan kuota pengembangan Sistem PLTS Atap disampaikan paling lambat pada bulan Oktober sebelum tahun berjalan.

Cenderung Berpihak ke PLN

Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR), Marlistya Citraningrum mengatakan, penetapan kuota per sistem jaringan memunculkan pertanyaan terkait transparansi penetapan dan persetujuan kuota. Hal itu  terutama untuk pelanggan industri yang ingin memasang PLTS atap dalam skala besar.

“Sementara mekanisme IUPTLU untuk menambah kuota ketika sudah habis tidak diatur jelas dalam peraturan ini,” kata Marlistya dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (23/2).

IESR menyayangkan Permen ini terlalu berpihak pada kepentingan PLN yang dapat berdampak pada terhambatnya partisipasi konsumen listrik. Padahal, pemerintah sedang mengakselerasi transisi energi di Indonesia sebagai upaya penurunan emisi GRK.

Menurut dia, pemerintah seharusnya medorong investasi konsumen listrik yang berbiaya rendah dan tidak membebani negara.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwamberharap agar aturan baru ini dapat diimplementasikan dengan baik. Dengan memperhatikan manfaat yang didapatkan negara jika PLTS atap dibiarkan tumbuh pesat.

“Seperti peningkatan investasi energi terbarukan, tumbuhnya industri PLTS, penciptaan lapangan kerja, dan penurunan emisi GRK,” kata Fabby.

Untuk itu, IESR mendesak agar pemerintah mengevauasi Permen tersebut seteah satu tahun diterapkan. Hal itu bertujuan untuk mengetahui efektivitasnya dalam mendorong pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia.

Dia mengatakan, pemerintah perlu secara terbuka untuk merevisinya aturan tersebut pada 2025 seiring dengan menurunnya ancaman overcapacity listrik yang dihadapi PLN di Jawa-Bali.

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...