Potensi Panas Bumi RI Setara dengan 58% Target Penurunan GRK di 2030
Riset yang dikeluarkan Reforminer Institute menyatakan seluruh potensi panas bumi Indonesia mencapai 23.765,5 Mega Watt (MW) atau setara dengan 40% potensi panas bumi dunia. Angka tersebut berpotensi menurunkan gas rumah kaca (GRK) sekitar 182,32 Juta Ton CO2e atau setara dengan 58 % target penurunan GRK sektor energi pada 2030 yang ditetapkan sebesar 314 Juta Ton CO2e.
Perhitungan tersebut tercantum dalam penelitian yang berjudul "Peran Penting Industri Panas Bumi dalam Kebijakan Transisi, Ketahanan Energi dan Ekonomi Nasional". Riset tersebut menunjukkan bahwa industri panas bumi dapat memainkan peran penting dalam proses transisi dan ketahanan energi nasional.
"Panas bumi memiliki peran penting untuk dapat membantu merealisasikan target NZE 2060 dan pelaksanaan kebijakan ekonomi hijau," tulis Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro dalam laporan tersebut dikutip, Kamis (13/6).
Komaidi mengatakan, panas bumi berpotensi memiliki peran penting dalam pelaksanaan kebijakan transisi energi. Hal ini dapat membantu merealisasikan target NZE yang ditetapkan akan dicapai pada tahun 2060.
Selain itu, Pemanfaatan panas bumi untuk sumber energi domestik dapat membantu mewujudkan ketahanan ekonomi nasional. Pasalnya, sumber energi panas bumi terbebas dari risiko kenaikan harga energi primer seperti yang terjadi pada energi fosil pada umumnya.
"Karena relatif terbebas dari risiko kenaikan harga, pemanfaatan energi panas bumi dapat membantu menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional," tulisnya.
Sementara itu, jika dilihat dari biaya operasi pembangkit listrik panas bumi (PLTP) tercatat sebagai salah satu yang paling murah jika dibandingkan dengan pembangkit energi lainya yang digunakan di Indonesia.
Berdasarkan Statistik PLN 2022, rata-rata biaya operasi pembangkit listrik panas bumi tercatat berada jauh di bawah rata-rata biaya operasi pembangkit listrik nasional. Rata-rata biaya operasi pembangkit listrik nasional pada tahun 2022 dilaporkan sebesar Rp 1.473/kWh.
Sementara rata-rata biaya operasi pembangkit listrik panas bumi (PLTP) pada tahun yang sama adalah sebesar Rp 118,74/kWh atau sekitar 8,60 % dari rata-rata biaya operasi pembangkit listrik nasional.
Selain itu, pengusahaan dan pemanfaatan panas bumi berpotensi memberikan manfaat positif terhadap kondisi makro moneter Indonesia. Dengan asumsi rata-rata harga minyak mentah 100 USD per barel, konversi seluruh PLTD di Indonesia dengan menggunakan energi panas bumi (PLTP) dapat menghemat devisa impor migas sekitar 6,07 miliar USD untuk setiap tahunnya.
"Penghematan tersebut akan memberikan manfaat positif terhadap kondisi neraca perdagangan dan peningkatan nilai tukar rupiah," tulisnya.
Menurut laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi kapasitas terpasang pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) Indonesia mencapai 13.155 megawatt (MW) pada 2023. Kapasitas terbesar berasal dari tenaga air, yakni 6.784,2 MW atau 51,6% dari total kapasitas terpasang pembangkit listrik EBT nasional.
- Pembangkit listrik tenaga air: 6.784,2 MW
- Pembangkit listrik bioenergi: 3.195,4 MW
- Pembangkit listrik tenaga panas bumi: 2.417,7 MW
- Pembangkit listrik tenaga surya: 573,8 MW
- Pembangkit listrik tenaga angin: 154,3 MW
- Pembangkit listrik tenaga gas batu bara: 30 MW
Atas capaian tersebut, bauran EBT dalam energi primer nasional baru 13,1%, belum mencapai target 2023 yang minimalnya 17,9%.