PLN Sebut Smart Grid Bisa Dongkrak Kapasitas PLTS dan PLTB Jadi 30 GW

Ringkasan
- Pemerintah tidak akan menggunakan dana APBN untuk pensiun dini PLTU batu bara, melainkan akan mengarahkan PLN untuk menerbitkan surat utang.
- Target pensiun dini PLTU pada 2040 disuarakan oleh Presiden Prabowo, namun belum ada arahan khusus dan RUKN masih mempertahankan target net zero pada 2060.
- IESR merekomendasikan mempercepat pembangunan energi terbarukan dan menghentikan pembangunan PLTU captive untuk mendukung target pensiun dini PLTU pada 2040-2045.

PT PLN (Persero) menyatakan pemanfaatan sumber daya energi baru terbarukan (EBT) tidak akan maksimal bila tak diiringi dengan pembangunan transmisi kelistrikan antar pulau di Indonesia. Tanpa adanya transmisi seperti smart grid, pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) hanya bisa mencapai 5 gigawatt (GW).
"Tetapi kalau membangun smart grid, flexible power generation, smart dispatch center, smart distribution, smart transmission, smart meter, ternyata bisa meningkatkan dari sekitar 5 giga menjadi mendekati sekitar 30 gigawatt tambahan pembangkit surya dan angin," ujar Direktur Utama PT PLN, Darmawan Prasodjo, dalam Peluncuran Electricity Connect, Rabu (17/7).
Dia mengatakan, memaksimalkan potensi EBT dibutuhkan biaya yang cukup besar. Salah satunya adalah untuk membangun transmisi dari sumber EBT ke pengguna listrik. Hal tersebut diperlukan lantaran posisi wilayah dengan sumber EBT besar dan pengguna listrik berada di pulau yang berbeda.
Menurut Darmawan, diperlukan kolaborasi semua pihak untuk memaksimalkan pemanfaatan potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia. PLN tidak mungkin jalan sendiriuntuk memaksimalkan potensi EBT di Indonesia.
"Ya kalau sendirian itu tidak mungkin. Rasanya ini menjadi tugas yang berat," ujar Darmawan.
Kolaborasi Smart Grid
Sementara itu, Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi, mengatakan pihaknya menggandeng sejumlah lembaga internasional untuk memperkuat sistem jaringan listrik cerdas atau smart grid. Hal itu dalam rangka mendukung transisi energi.
Evy mengatakan, kehadiran smart grid sangat pentin seiring peningkatan kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT yang menjadi pemasok utama kebutuhan listrik ke depan. PLN sedang membuka ruang kolaborasi, baik dari sisi investasi, teknologi, dan kerja sama lainnya untuk menciptakan smart grid yang lebih fleksibel.
“Sejumlah lembaga internasional yang telah dan akan berkolaborasi dengan kami antara lain Global Power System Transformation (G-PST) Consortium, USAID (US Agency for International Development), hingga Accenture,” ujarnya dalam siaran pers, Minggu (13/11/2022).
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, dia mengatakan, pembangkit EBT akan mendominasi penambahan kapasitas, yaitu sebesar 20,9 gigawatt (GW) atau sekitar 51,6 persen dari total proyek pembangkit baru.
Saat ini, jaringan listrik PLN yang beroperasi terdiri dari 4 sistem besar dan 16 sistem kecil hingga menengah, dengan lebih dari ratusan sistem terisolasi. Setiap sistem memiliki konfigurasi pembangkit, infrastruktur transmisi, serta karakteristik beban yang berbeda.
Masing-masing pulau di Indonesia memiliki potensi EBT yang berbeda-beda, sehingga setiap sistem pun memiliki pendekatan dan strategi yang berbeda. Maka, dibutuhkan pengembangan smart grid yang lebih fleksibel untuk mengintegrasikan listrik berbasis EBT.
Pembangkit listrik berbasis EBT memiliki sifat intermiten atau bergantung pada kondisi cuaca. Penyerapan daya hanya akan bisa maksimal bila cuaca mendukung, seperti matahari untuk PLTS dan PLTB.