Pelaku Transisi Energi Khawatir Wacana Ekspansi Bahan Bakar Fosil Donald Trump
Kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) dinilai dapat membuat penanganan krisis iklim berpotensi kembali berada pada titik kritis. Aktivis transisi energi khawatir kebijakan Donald Trump yang cenderung melakukan ekspansi bahan bakar fosil.
Direktur Eksekutif di Center for Energy, Ecology, and Development (CEED), Gerry Arances, mengatakan kemenangan Trump membuat sejumlah program AS yang berdampak terhadap mitigasi perubahan iklim berpotensi dihentikan. Trump sebelumnya berjanji akan mencabut Undang-undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA) yang mengalokasikan dana subsidi atau insentif untuk mendukung energi bersih dan perubahan iklim sebesar US$ 400 miliar.
Selain itu, Trump juga mengisyaratkan untuk meningkatkan penggunaan bahan bakar fosil dan keluar dari Perjanjian Paris.
“Dengan terpilihnya kembali Trump, Kita harus memperkuat seruan untuk tindakan global agar tetap berada di jalur 1,5 derajat celcius," ujar Gerry dalam keterangan tertulis, Kamis (7/11).
Gerry mengatakan, penguatan seruan tersebut dapat dilakukan terutama melalui penghentian penggunaan bahan bakar fosil, transisi energi terbarukan yang adil, serta penyaluran dana dan sumber daya iklim yang menjadi kewajiban negara-negara maju kepada negara-negara yang paling rentan di dunia.
Sementara itu, Koordinator Asian Peoples Movement for Debt and Development (APMDD), Lidy Nacpil, mengatakan semua negara harus mengantisipasi kebijakan agresif ekspansi bahan bakar fosil dan kemunduran komitmen iklim AS.
Menurutnya, hal tersebut tidak hanya merupakan bencana bagi warga AS, juga masyarakat Asia dan seluruh dunia. Pasalnya, hal ini akan membawa dunia semakin jauh dari target menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat celcius untuk mencegah bencana iklim di seluruh bumi.
"Trump bukanlah orang yang berakal sehat atau berilmu pengetahuan, dan ia sama sekali tidak memiliki belas kasihan terhadap kemanusiaan dan planet ini," ujar Lidy.
Saham Energi Bersih Anjlok
Saham-saham energi bersih anjlok setelah Trump dipastikan menang Pemilu AS. Saham pengembang angin lepas pantai terbesar di dunia Orsted turun sebanyak 14%. Sementara saham pembuat turbin angin Vestas dan Nordex masing-masing diperdagangkan turun sekitar 11% dan 7,6%.
"Pesan utamanya adalah ketidakpastian kembali," kata analis Alphavalue Pierre-Alexandre Ramondenc dikutip dari Reuters, Kamis (7/11),
Pasar energi terbarukan AS merupakan sektor pertumbuhan utama bagi beberapa perusahaan utilitas Eropa, termasuk EDP Renovaveis dari Portugal, Orsted, dan produsen listrik utama Jerman, RWE.
Meskipun proyek-proyek yang konstruksinya telah dimulai kemungkinan akan terus berlanjut, kebijakan Trump dapat menunda proyek-proyek lain seperti proyek angin lepas pantai yang tidak akan beroperasi hingga tahun 2029 atau setelahnya.