Bahlil Ungkap Alasan Indonesia Tidak Pernah Capai Target Energi Baru Terbarukan


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan alasan target bauran energi baru terbarukan di Indonesia tidak pernah tercapai. Saat ini, realisasi energi baru terbarukan di Indonesia baru mencapai 13-14 persen dari target 2025 sebesar 23 persen.
Bahlil mengatakan tidak adanya transmisi yang memadai menjadi salah satu faktor tidak tercapainya bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia berdasarkan target yang ditetapkan.
"Masih 8 ribu gigawatt defisit implementasi energi baru terbarukan. Itu kenapa terjadi Bapak-Ibu semua? Karena antara sumber daripada energi baru terbarukan dengan transmisi itu tidak ada," kata Bahlil saat menghadiri acara bertajuk, “Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Tantangan dan Peluang di Era Baru” di Jakarta, Kamis, di Jakarta, Kamis (30/1).
Bahlil mengatakan, kondisi geografis Indonesia membuat sumber daya EBT tersebar di lokasi dan ketiadaan transmisi menuju sumber industri menjadi kendala yang belum terpecahkan. Pasalnya, jaringan transmisi ini akan mendukung pemanfaatan energi terbarukan yang bersumber dari sumber daya alam, untuk dapat menjangkau kebutuhan masyarakat yang tersebar di berbagai lokasi.
Untuk itu, pemerintah memasukan pembangunan jaringan transmisi dengan panjang hingga 8 ribu kilometer (km) di dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero).
"Makanya kita lakukan sekarang adalah membangun transmisi untuk RUPTL ke depan kurang lebih sekitar 48 ribu kilometer circuit. Atau kalau ditarik lurus itu kurang lebih sekitar 8 ribu kilometer," ujarnya.
Dia mengatakan, Indonesia membutuhkan investasi mencapai Rp 400 sampai dengan Rp 480 triliun untuk membangun jaringan transmisi. Namun, tidak mudah untuk mencari investor yang mau untuk masuk dalam bisnis transmisi. Pasalnya, bisnis di transmisi itu profitnya kecil hanya sebesar 3% sampai 4%.
"Pertanyaan berikut, investor siapa yang mau kalau tidak ada top up? Jadi ini gak gampang bapak-ibu semua. Jadi kalau pakai energi baru terbarukan itu bukan power plan yang dipindahkan tapi bagaimana membangun transmisinya?," ucapnya.