Bos Freeport: Indonesia Bisa Jadi Produsen Katoda Tembaga Terbesar di Dunia

Ajeng Dwita Ayuningtyas
11 Oktober 2025, 15:00
Indonesia, tembaga, Freeport
Dok. ISF 2025
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, Indonesia berpotensi memimpin produksi katoda tembaga terbesar di dunia dengan menghitung jumlah mineral dan ketersediaan tembaga dalam negeri.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, Indonesia berpotensi memimpin produksi katoda tembaga terbesar di dunia dengan menghitung jumlah mineral dan ketersediaan tembaga dalam negeri.  

“Sementara negara-negara seluruh dunia berlomba membangun pembangkit listrik energi terbarukan dan transisi energi, permintaan tembaga semakin tinggi,” kata Tony, dalam Indonesia International Sustainability Forum 2025, di Jakarta, Sabtu (11/10). 

Menurut Tony, perusahaan-perusahaan yang membutuhkan katoda tembaga sebagai bahan baku mulai berdatangan ke Indonesia. Dengan harga sekitar US$ 4,7 atau Rp 78.000 (kurs (Rp 16.610/US$) per pon, permintaan terhadap tembaga akan terus bertambah tinggi.

Salah satu faktor pendorongnya adalah penggunaan katoda tembaga untuk kebutuhan transisi energi. “Sebanyak 65% tembaga di dunia digunakan untuk kendaraan listrik,” tambahnya. Tony menyebut, ketersediaan tembaga akan mendorong investasi hilir dalam negeri.

Data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan, pada triwulan II 2025, total realisasi investasi bidang hilirisasi sektor mineral mencapai Rp 96,2 triliun. Sebanyak Rp 22,3 triliun di antaranya mengarah pada tembaga.

Adapun, peringkat teratas di bidang hilirisasi mineral masih ditempati nikel dengan realisasi investasi Rp 46,3 triliun. 

Menciptakan Hilirisasi yang Adil

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi BKPM, Nurul Ichwan, menyebut perlunya hilirisasi yang mementingkan keadilan. 

“Pemerintah ingin industri hilir adil bagi Indonesia. Investor yang ingin berinvestasi di Indonesia bukan hanya mengambil bahan baku dari Indonesia,” katanya, dalam diskusi yang sama.

Nurul Ichwan mengatakan, pemerintah harus menentukan kebijakan yang berpihak pada keadilan ini. Misalnya, mendorong upaya mitigasi perusahaan jika aktivitasnya merugikan lingkungan.

Hal senada disampaikan Managing Director Asia SEDEX, Walter Lin. Ia menilai pertumbuhan ekonomi harus diseimbangkan dengan kondisi lingkungan dan sosial. “Jika pembuat kebijakan dapat menanamkan hal ini, maka Indonesia bisa menjadi contoh yang baik untuk negara lain," tuturnya. 

Saat ini terutama di sektor perbankan, keseimbangan ini telah menjadi syarat investasi. Keseimbangan dari sisi sosial ini di antaranya dengan melindungi hak-hak masyarakat lokal, masyarakat adat, dan komunitas lokal lainnya, serta memberi pekerjaan hijau (green jobs) dengan gaji yang layak.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...