Terkait Seruan IEA Setop Investasi Energi Fosil, Ini Respons SKK Migas
SKK Migas mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui pemanfaatan sektor minyak dan gas bumi (migas) secara optimal. Ini terkait seruan Badan Energi Internasional (IEA) agar dunia menghentikan investasi proyek energi fosil demi mencapai target iklim bebas karbon pada 2050.
Sementara ketergantungan Indonesia pada sumber energi ini masih sangat besar. Namun Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai inovasi untuk merealisasikan pengelolaan migas yang ramah lingkungan.
Seperti program zero flaring, serta penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture, utilization and storage/CCUS). Untuk CCUS, pemerintah memiliki pilot project di lapangan Gundih milik Pertamina.
"Ke depan proyek-proyek juga akan diarahkan untuk memperhatikan program-program tersebut," kata Susana kepada Katadata.co.id, Kamis (20/5).
Tidak hanya Pertamina, BP juga berkeinginan untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi itu di lapangan Tangguh. Nantinya CO2 yang tertangkap akan digunakan untuk mendukung enhance oil recovery (EOR) di lapangan tersebut.
CCUS merupakan teknologi yang akan mengurangi emisi CO2. Bagi Indonesia, penerapan CCUS di lapangan Tangguh dan Gundih ini nantinya juga akan mendukung komitmen Indonesia dalam melaksanakan Perjanjian Paris 2015, di mana Indonesia berkomitmen mengurangi emisi karbon sebesar 29% hingga 41% pada 2030.
Di samping itu, SKK Migas juga sudah memasukkan program penghijauan dan rehabilitasi di daerah aliran sungai (DAS) dan daerah operasi di wilayah kerja ke dalam key performance indicator (KPI) 2021.
Pada rapat dengan komisi pengawas April lalu, Menteri LHK mengapresiasi kegiatan tersebut, dan meminta agar catatannya diperhatikan. Sehingga Indonesia bisa mengklaim dana kompensasi dari program tersebut. "Ini juga menunjukkan industri hulu migas Indonesia tidak seperti yang diwacanakan," ujar Susana.
Sementara itu praktisi sektor hulu migas Tumbur Parlindungan menilai dengan adanya tekanan dunia internasional terhadap sektor migas saat ini. Maka pemerintah perlu merancang strategi supaya iklim investasi hulu migas di Indonesia tak terganggu.
Iklim investasi di Indonesia harus dibuat lebih menarik dibandingkan dengan negara-negara kompetitor. "Yang menjadi kendala iklim investasinya itu kepastian hukum dan koordinasi serta kerja sama di antara pemangku kepentingan di negara kita," kata dia.
Sebelumnya, IEA meminta agar investor menghentikan pembiayaan untuk proyek energi fosil demi mencapai target net zero emission pada pertengahan abad ini. Investor diminta meningkatkan fokusnya pada pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
IEA melaporkan bahwa jumlah negara yang berjanji untuk mencapai emisi nol bersih terus bertambah. Namun meskipun negara-negara tersebut berhasil mencapai targetnya pada 2050, masih ada sekitar 22 miliar ton emisi karbon dioksida yang beredar di seluruh dunia.
Menurut laporan IEA bertajuk “Net Zero by 2050” emisi gas rumah kaca tersebut akan menyebabkan kenaikan temperatur global sekitar 2,1° celcius pada 2100. Perjanjian Paris 2015 tentang perubahan iklim berupaya membatasi kenaikan temperatur global maksimal 1,5° C untuk menghindari dampak perubahan iklim yang merusak.
Ini membutuhkan emisi nol bersih gas rumah kaca pada pada 2050. “Jalan menuju nol bersih sempit, tapi masih bisa dicapai. Jika kita ingin mencapai target itu pada 2050, kita tidak membutuhkan investasi lagi pada proyek migas dan batu bara baru,” kata Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol, seperti dikutip Reuters, Rabu (19/5).