Pengamat: Perkembangan Kredit Hijau Harus Dimulai dari Sektor Riil

Image title
27 Mei 2021, 19:42
kredit hijau, perbankan,
Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan bahwa komitmen perbankan dalam negeri menyalurkan kredit hijau atau berkelanjutan masih rendah. Hal ini lantaran belum banyaknya pelaku sektor riil yang mengarah ke bisnis berkelanjutan ramah lingkungan.

Kondisi ini membuat bank menyesuaikan penyaluran kreditnya dengan kondisi tersebut. Sehingga sering kali bank kesulitan untuk mencapai target penyaluran kredit berkelanjutan. Terutama yang sudah diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

OJK telah membuat roadmap keuangan berkelanjutan yang diharapkan dapat menjadi landasan bagi sektor jasa keuangan mengembangkan inisiatif pembiayaan inovatif. Namun persoalannya, setiap bank saat ini masih akan tetap mengikuti arah bisnis yang ada.

"Jadi menurut saya seringkali orang salah, yang dituntut itu banknya, justru sektor riil yang seharusnya mempunyai roadmap yang jelas," kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (27/5).

Adapun jika kondisi tersebut terus berlanjut, maka hal ini akan menjadi ancaman bagi produk ekspor Indonesia. Pasalnya tuntutan pasar eropa pada produk yang lebih ramah lingkungan terus semakin besar.

Tak hanya itu, kondisi ini pun juga akan berdampak bagi bank dalam mencari sumber pendanaan dari luar negeri. Oleh sebab itu, ia mendorong supaya pemerintah dapat menarik sektor riil untuk menuju ke bisnis yang lebih ramah lingkungan dengan memberikan sejumlah paket insentif.

"Bank juga dalam mencari sumber dana dari luar ditanya dulu berapa besar memberikan kredit ke sektor berbasis lingkungan," ujarnya.

Simak kinerja penyaluran kredit perbankan pada databoks berikut:

Saat ini dua bank pelat merah telah menyatakan komitmennya pada pembangunan berkelanjutan, yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Negara Indonesia (BNI).

Corporate Secretary Bank Rakyat Indonesia (BRI) Aestika Oryza Gunarto mengatakan BRI telah mengimplementasikan prinsip keuangan berkelanjutan yang diakui dua lembaga pemeringkat internasional, yaitu MSCI ESG Ratings dan Dow Jones Sustainability Index (DJSI).

BRI juga menjadi bank pertama di Indonesia yang menerbitkan sustainability bond pada 2019 yang telah memenuhi standar ASEAN Sustainability Bond Standards 2018, Sustainability Bond Guidelines, Social Bond Principles, dan Green Bond Principles.

Sementara BNI selama ini telah menerapkan syarat yang ketat kepada calon debiturnya terutama dalam memenuhi peraturan perundangan yang terkait dengan lingkungan hidup.

Corporate Communication BNI Meiliana mengatakan BNI berkomitmen untuk tidak memberikan pembiayaan bagi pelaku usaha yang tidak menerapkan proses bisnis yang berwawasan lingkungan, sosial, dan tata kelola (environment, social, governance/ESG), serta sektor-sektor yang dilarang oleh pemerintah.

Persyaratan tersebut di antaranya dokumen AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup), PROPER (Program Penilaian Peringkat Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) atau UJL/UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan/Upaya Pemantauan Lingkungan) dari instansi yang berwenang.

"Komitmen tersebut diwujudkan oleh BNI dengan adanya exclusionary principles untuk tidak membiayai debitur kelapa sawit dengan rating PROPER Hitam dan Merah," ujar Meiliana.

Reporter: Verda Nano Setiawan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...