Pembiayaan Batu Bara di Asia Mengering demi Mengejar Target Iklim

Happy Fajrian
24 Mei 2021, 16:16
pembiayaan batu bara,
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Aktivitas di tambang batu bara legal di Baru Tengah, Kalimantan Timur (19/1/2019).

Masa depan industri batu bara nampaknya akan semakin redup seiring dengan kesadaran dunia atas perubahan iklim yang mengancam. Perbankan dunia, khususnya di Asia, pun mulai berancang-ancang untuk menghentikan pembiayaan bahan bakar fosil, terutama batu bara.

Asian Development Bank (ADB) misalnya, belum lama ini mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan pembiayaan untuk proyek pembangkit listrik batu bara, penambangan batu bara, serta produksi dan eksplorasi minyak dan gas alam.

Langkah ADB diikuti oleh sejumlah bank di Asia Tenggara, dan bank pembangunan dan lembaga kredit ekspor (export credit agencies/ECA) dari Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan yang menarik dukungan mereka untuk pembangkit listrik energi kotor.

Hal ini sebagai upaya dari industri perbankan untuk mendukung target perubahan iklim yang ambisius pada pertengahan abad ini. Berbagai negara di dunia telah menargetkan bebas karbon pada 2050 untuk membatasi kenaikan temperatur global maksimal 1,5° celsius.

“Secara global pembiayaan batu bara telah mengering, baik dari asuransi, utang, ekuitas,” kata analis dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Tim Buckley, seperti dikutip dari Channel News Asia pada Senin (24/5).

Buckley menambahkan bahwa jika perbankan menghentikan pembiayaan, batu bara akan mati karena batu bara tidak bankable tanpa subsidi pemerintah.

ADB mengumumkan perubahan besar kebijakannya menyusul peningkatan permintaan untuk menghentikan dukungan terhadap proyek-proyek yang tidak selaras dengan upaya pencegahan perubahan iklim.

“Batu bara dan bahan bakar fosil lainnya telah memainkan peran besar dalam memastikan akses energi untuk pembangunan ekonomi kawasan. Tapi mereka belum menyelesaikan tantangan tersebut sedangkan penggunaannya membahayakan lingkungan dan mempercepat perubahan iklim,” tulis ADB.

Meski demikian ADB tidak menutup pintu dukungannya untuk proyek-proyek gas di masa depan, namun dengan persyaratan tertentu.

ADB menyatakan bahwa mereka telah menginvestasikan US$ 42,5 miliar di sektor energi di Asia antara 2009 dan 2019. Terakhir kali ADB berinvestasi di pabrik batu bara baru delapan tahun lalu di Pakistan. Bulan lalu, mereka berjanji untuk menargetkan pendanaan iklim sebesar US$ 80 miliar pada 2030.

Komitmen Tiga Bank Terbesar Jepang Hentikan Proyek Batu Bara

Jepang termasuk salah satu negara yang memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap batu bara sebagai sumber pembangkit listriknya. Meski demikian, pemerintah Jepang telah berkomitmen untuk menggandakan upayanya untuk mengurangi emisi karbon.

Tiga bank terbesar di Negeri Sakura, Sumitomo Mitsui Financial Group (SMFG), Mistubishi UFJ Financial Group, dan Mizuho Financial Group, menyatakan akan mengetatkan pembiayaan pembangkit listrik batu bara.

SMFG menjadi bank pertama di Negeri Sakura yang menyatakan untuk menghentikan pembiayaan baru untuk seluruh proyek pembangkit listrik batu bara. Ini termasuk pembiayaan pembangkit listrik ultra-supercritical (USC) yang dianggap lebih ramah lingkungan.

“Beberapa studi menunjukkan bahwa pembangkit listrik USC tidak akan mengurangi emisi CO2 secara dramatis,” kata General Manajer Corporate Sustainability Department SMFG, Tatsuya Takeda, seperti dikutip Reuters.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...