Investasi EBT di Asia Tenggara Diramal Capai Rp 1.100 T pada 2025

Nadya Zahira
23 Agustus 2023, 13:55
ebt, energi terbarukan, asia tenggara, investasi
Pertamina Geothermal Energy
Wilayah kerja panas bumi Lahendong yang dikelola oleh Pertamina Geothermal Energy (PGE).

Perusahaan minyak dan gas nasional (National Oil Company/NOC) di Asia Tenggara saat ini secara progresif meningkatkan inisiatif energi bersih dan ramah lingkungan dengan mengembangkan energi baru terbarukan (EBT).

Dengan kuatnya inisiatif tersebut, Rystad Energy memprediksi investasi EBT di Asia Tenggara dapat mencapai US$ 76 miliar, lebih Rp 1.100 triliun atau Rp 1,1 kuadriliun, pada 2023-2025, lalu meningkat menjadi US$ 119 miliar, lebih dari Rp 1,8 kuadriliun, pada 2027. Investasi akan didominasi proyek tenaga angin, surya, dan panas bumi.

NOC regional seperti Pertamina dari Indonesia juga tengah memperluas portofolionya di bidang panas bumi, sementara Petronas dari Malaysia tengah mengembangkan teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCUS).

Petronas berambisi untuk membangun fasilitas CCUS terbesar di dunia pada 2025 dan saat ini secara aktif mencari kemitraan dengan entitas internasional untuk membuka potensi proyek di regional.

Total biaya proyek tersebut masih dirahasiakan, namun Rystad Energy memperkirakan bahwa biaya proyek milik Malaysia itu dapat mencapai US$ 260 juta atau setara Rp 3,9 triliun pada 2025.

Fasilitas CCUS ini akan memiliki kapasitas untuk menangkap 3,3 juta ton CO2 per tahun, yang akan disimpan di dalam reservoir yang berlokasi di Sarawak, dengan masa operasional selama 25 tahun. Sementara itu, anak usaha Petronas, Gentari, fokus pada pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Petronas juga berkolaborasi dengan perusahaan minyak dunia (International Oil Company/IOC), seperti Eni dan Euglena, untuk mengeksplorasi solusi dekarbonisasi lainnya, di samping fokusnya yang sedang berlangsung pada proyek CCUS.

Antara 2023 dan 2026, Petronas akan membelanjakan US$ 450 juta, sekitar Rp 6,9 triliun, untuk proyek-proyek CCUS dan US$ 330 juta, sekitar Rp 5,1 triliun, untuk pengembangan hidrogen.

Analis senior Rystad Energy di bidang rantai pasok Afiqah Mohd Ali mengatakan bahwa Asia Tenggara secara historis mengalami kemajuan yang lebih lambat dalam pengembangan proyek-proyek energi bersih.

"Kolaborasi yang efektif antara sektor swasta dan publik menjadi sangat penting untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan di kawasan ini," ujarnya seperti dikutip dari Oilprice.com pada Rabu (23/8).

Dia menambahkan bahwa Asia saat ini membuat langkah signifikan dalam memprioritaskan pergeseran ke arah sumber energi yang lebih ramah lingkungan, didukung oleh fokus baru dari NOC. Pendekatan strategis ini akan sangat penting dalam mendorong transisi Asia Tenggara menuju energi berkelanjutan

Sementara itu Pertamina, melalui Pertamina Geothermal Energy (PGE), memimpin di antara para kompetitor dalam investasi energi bersih melalui panas bumi. Investasi PGE mengembangkan lapangan panas bumi di Indonesia mencapai US$ 1,6 miliar, setara Rp 24,5 triliun, pada 2023-2026.

Halaman:
Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...