Transisi Energi, Pengertian, Tujuan, dan Hambatannya

Image title
2 Februari 2024, 04:34
Transisi Energi
Freepik
Transisi Energi
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Komitmen transisi energi yang tengah dijalankan oleh pemerintah menuai kritik. Hal ini diutarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) merespons target bauran energi baru dan terbarukan atau EBT, yang tengah digodok oleh Dewan Energi Nasional (DEN).

Seperti diketahui, DEN tengah menggodok pemutakhiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional atau KEN, dengan rancangan kebijakan baru. Dalam RPP tersebut, target bauran EBT pada 2025 ditetapkan turun dari sebelumnya 23% menjadi 17-19% dan 19-21% pada 2030. Sementara, target EBT pada 2050 meningkat dari 30% menjadi 58-61% dan 70-72% pada 2060.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, periode 2025 hingga 2030 sepatutnya menjadi tonggak penting lepas landasnya transisi energi. Ini diperlukan agar Indonesia dapat mencapai target energi terbarukan lebih dari 40% dan puncak emisi sektor energi di 2030.

Ulasan berikut ini, akan membahas mengenai pengertian dan tujuan dilakukannya transisi energi, serta apa saja hambatan yang dihadapi untuk mensukseskannya.

Transisi Energi
Transisi Energi (Freepik)

Pengertian Transisi Energi

Istilah transisi energi merujuk pada perubahan sistematis dari satu sumber energi ke sumber energi yang berbeda atau perubahan dalam cara energi dihasilkan, disimpan, didistribusikan, dan digunakan.

Ini mencakup pergeseran dari sumber energi konvensional yang bersifat tidak terbarukan dan berpotensi merugikan lingkungan, seperti bahan bakar fosil, menuju sumber energi yang lebih bersih, terbarukan, dan berkelanjutan. Contohnya, energi matahari, angin, hidro, biomassa, dan lainnya.

Konsep transisi energi tidak memiliki titik waktu atau penentu yang spesifik dalam sejarah. Namun, dapat dilihat sebagai evolusi berbagai gagasan dan kebijakan energi. Istilah ini mulai mendapatkan perhatian secara lebih serius pada paruh kedua abad ke-20.

Pada dekade 1970-an, kesadaran mengenai dampak lingkungan dari penggunaan bahan bakar fosil meningkat, dan krisis energi global mulai memunculkan kekhawatiran tentang keterbatasan sumber daya energi konvensional. Kondisi tersebut memunculkan pemikiran baru, tentang perlunya beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Konsep transisi energi semakin mengemuka pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan pemahaman tentang perubahan iklim, keterbatasan sumber daya fosil, dan potensi energi terbarukan.

Diskusi mengenai transisi energi semakin menjadi fokus di tingkat internasional, terutama dalam forum seperti Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), serta beberapa perjanjian seperti Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris.

Di awal abad ke-21, istilah ini semakin umum digunakan untuk menggambarkan peralihan dari sumber energi konvensional ke sumber energi terbarukan dan lebih berkelanjutan. Beberapa negara mulai mengadopsi kebijakan dan rencana aksi konkret untuk mencapai tujuan transisi energi.

Tujuan Transisi Energi

Transisi Energi
Transisi Energi (Freepik)

Tujuan transisi energi mencakup berbagai aspek yang ditujukan untuk menciptakan sistem energi yang lebih berkelanjutan, bersih, dan ramah lingkungan. Jika ditelaah, beberapa tujuan utamanya, adalah sebagai berikut:

1. Reduksi Emisi Gas Rumah Kaca

Salah satu tujuan utama transisi energi adalah mengurangi emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim. Dengan beralih ke sumber energi terbarukan dan berkelanjutan, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi karbon tinggi.

2. Peningkatan Keamanan Energi

Dengan mendiversifikasi sumber energi dan mengurangi ketergantungan pada pasokan energi yang terbatas atau tidak stabil, transisi energi bertujuan untuk meningkatkan keamanan energi suatu negara atau wilayah.

3. Ketersediaan Energi yang Berkelanjutan

Transisi energi juga bertujuan untuk memastikan ketersediaan energi yang berkelanjutan jangka panjang dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan, seperti matahari, angin, air, dan biomassa, yang tidak terbatas dan dapat diperbarui.

4. Pengurangan Polusi Lingkungan

Sumber energi terbarukan cenderung lebih bersih daripada bahan bakar fosil, yang dapat mengurangi polusi udara dan air. Hal ini dapat berkontribusi pada kesehatan manusia dan ekosistem.

5. Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan

Transisi energi dapat menciptakan lapangan kerja baru dalam sektor energi terbarukan, meningkatkan inovasi teknologi, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

6. Peningkatan Efisiensi Energi

Fokus pada efisiensi energi dapat membantu mengurangi konsumsi energi secara keseluruhan dan meminimalkan pemborosan, sehingga menciptakan sistem energi yang lebih efisien.

7. Akses Energi Universal

Menciptakan akses yang lebih luas dan adil terhadap energi adalah tujuan penting dari transisi energi. INi untuk memastikan bahwa semua masyarakat dapat memanfaatkan manfaat energi, baik dalam konteks pembangunan ekonomi maupun sosial.

8. Inovasi Teknologi

Transisi energi mendorong pengembangan dan adopsi teknologi baru, seperti penyimpanan energi, jaringan listrik pintar, dan teknologi energi terbarukan yang lebih efisien.

Tujuan-tujuan ini mencerminkan upaya untuk mengubah paradigma energi yang lebih tradisional menjadi sistem energi yang lebih berkelanjutan, serta sesuai dengan tantangan lingkungan, sosial, dan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat global.

Hambatan Transisi Energi

Transisi Energi
Transisi Energi (Freepik)

Meskipun transisi energi menuju sumber daya yang lebih bersih dan berkelanjutan merupakan tujuan yang penting dan diinginkan, ada beberapa hambatan yang dapat menghambat implementasi dan progres transisi energi. Beberapa hambatan tersebut, antara lain:

1. Ketergantungan pada Bahan Bakar Fosil

Infrastruktur yang sudah ada dan ketergantungan ekonomi pada bahan bakar fosil membuat sulit untuk beralih ke sumber energi yang lebih bersih. Industri besar dan sektor energi konvensional yang sudah ada, cenderung memiliki kepentingan ekonomi yang kuat dalam menjaga status quo.

2. Biaya Investasi Awal

Meskipun biaya produksi energi terbarukan seperti energi surya dan angin telah turun, biaya investasi awal untuk membangun infrastruktur energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya atau turbin angin dapat tetap tinggi.

Meskipun ini dapat dipulihkan melalui penghematan operasional dalam jangka panjang, biaya awal dapat menjadi hambatan transisi energi.

3. Ketidakpastian Kebijakan

Ketidakpastian dalam kebijakan energi, seperti perubahan regulasi dan kebijakan pemerintah, dapat membuat investor enggan untuk mengambil risiko dalam pengembangan proyek energi terbarukan.

Padahal, konsistensi dan kejelasan kebijakan sangat penting untuk mendukung investasi jangka panjang demi mencapai tujuan transisi energi.

4. Tantangan Penyimpanan Energi

Kemampuan untuk menyimpan energi terbarukan untuk digunakan saat dibutuhkan, seperti penyimpanan energi baterai, masih menjadi tantangan teknologi dan ekonomi. Penyimpanan energi yang efisien, diperlukan untuk mengatasi fluktuasi pasokan dari sumber energi terbarukan yang tidak selalu dapat diandalkan.

5. Isu Teknologi dan Inovasi

Pengembangan teknologi energi terbarukan yang lebih efisien dan terjangkau memerlukan inovasi yang berkelanjutan. Tanpa investasi dan dukungan yang cukup dalam penelitian dan pengembangan, sulit untuk mencapai tingkat kemajuan yang diperlukan.

Transisi Energi
Transisi Energi (Freepik)

6. Ketidaksetaraan Akses dan Pengaruh Ekonomi

Beberapa negara atau wilayah mungkin menghadapi kesulitan dalam beralih ke energi terbarukan karena keterbatasan sumber daya atau infrastruktur, sementara negara-negara yang memiliki sumber daya melimpah dapat lebih mudah melakukan transisi energi.

7. Perlawanan Sosial dan Politik

Perlawanan dari kelompok kepentingan, baik yang terkait dengan industri energi konvensional maupun masyarakat yang menghadapi perubahan dalam cara mereka berinteraksi dengan energi, dapat menjadi hambatan dalam mengimplementasikan solusi berbasis energi terbarukan.

8. Kurangnya Kesadaran dan Pendidikan

Beberapa elemen masyarakat mungkin kurang menyadari pentingnya transisi energi atau kurang mendapat pemahaman tentang cara mereka dapat berkontribusi. Pendidikan dan kesadaran publik dapat menjadi faktor penting dalam mendukung transisi energi.

Kombinasi dari faktor-faktor ini, menciptakan tantangan yang kompleks dalam mencapai transisi energi yang sukses. Untuk mengatasi hambatan ini, diperlukan upaya terkoordinasi dari pemerintah, industri, masyarakat sipil, dan sektor pendidikan.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...