Profil PLTU Suralaya, Akan Diredupkan Untuk Kurangi Polusi Udara
PLN menurunkan kapasitas produksi listrik pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU Suralaya di Cilegon, Banten. Langkah tersebut dalam rangka memperbaiki tingkat polusi udara Jakarta jelang Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT ASEAN pada 5 hingga 7 September 2023.
Sebagai gantinya, perusahaan setrum negara akan meningkatkan keandalan pembangkit listrik tenaga gas dan uap alias PLTGU Muara Tawar dan Muara Karang. "Ini demi menjaga tingkat polusi di Jakarta dapat segera membaik," kata Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, Kamis (31/8).
Buruknya polusi udara Jakarta kini menjadi isu nasional. Beberapa indikator mencatat angkanya masuk ke level tidak sehat. Siang tadi, situs IQAir menempatkan Jakarta sebagai kota paling berpolusi di dunia. Di bawahnya adalah Kolkata, India.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, sumber pencemaran udara di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) yang berasal dari emisi PLTU batu bara sebesar 34%. Sedangkan dari emisi kendaraan 44%.
Riset Walhi dan Greenpeace menemukan ada 10 PLTU batu bara yang berjarak 100 kilometer dari Ibu Kota. Di antaranya PLTU Suralaya, PLTU Lontar hingga PLTU Pelabuhan Ratu yang ketiganya dimiliki oleh PLN.
PLTU Suralaya
Melansir laman resmi PLN, PLTU Suralaya dibangun pada 1984 dengan dua unit pembangkit. Total kapasitas PLTU ini mencapai 3.440 megawatt, menyumbang 17% dari kebutuhan energi listrik di Jawa-Bali-Madura.
Pembangkit yang bertugas sebagai pemasok listrik Jakarta ini dioperasikan oleh PT Indonesia Power, anak usaha PLN. PLTU Suralaya tercatat beberapa kali membuat geger masyarakat akibat adanya pemadaman listrik.
Pertama kali pada tahun 2002, adanya gangguan jalur listrik Saguling-Cibinong-Cilegon juga pernah membuat listrik Jawa-Bali mati selama dua hari. Peristiwa ini bahkan disebut sebagai kejadian blackout terparah dalam sejarah Indonesia.
Tiga tahun berikutnya, PLTU ini membuat Pulau Jawa dan Bali mengalami pemadaman listrik secara serentak pada 18 Agustus 2005. Meski durasinya hanya tiga jam, namun memberikan dampak bagi 120 juta penduduk Indonesia.
Pada 2009, Suralaya kembali mengalami gangguan. Kondisi ini mengakibatkan area Jakarta, Banten, dan Jawa Barat alami mati listrik.
Empat tahun bergulir, dilansir dari laporan Koran Tempo, pada 1 Desember 2013, trafo pembangkit itu pernah meledak yang mengakibatkan Jakarta mengalami pemadaman bergilir.
Kehebohan pemadaman listrik kembali terjadi pada 2019 lalu yang melanda wilayah Jabodetabek, sebagian Jawa Barat dan Jawa Tengah.
PLN sempat memberikan keterangan jika hal tersebut diakibatkan gangguan gas turbin 1-6 di PLTU Suralaya. Namun, PLN kemudian meralat bahwa kejadian ini berasal dari matinya dua sirkuit di sistem transmisi utara (Rembang-Ungaran-Mandiraja) mati.
Meski beberapa kali jadi penyebab pemadaman dalam skala besar, nyatanya PLTU ini memiliki beberapa prestasi. Disebutkan pada laman resmi PLN, PLTU Suralaya pernah meraih beberapa penghargaan.
Mulai dari penghargaan di bidang inovasi, K3L & Lingkungan dan CSR baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional. PLTU Suralaya memiliki program tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) dengan membangun Eco Park
Suralaya. PLTU ini juga turut serta memberi dukungan pemerintah untuk meraih target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT). Pada 2025 nanti akan mengimplementasikan co-firing biomassa pada sebagian pembangkitnya sebagai wujud komitmen mengurangi emisi gas rumah kaca dan CO2.
Atasi Polusi Udara Jakarta
Menanggapi masalah polusi udara, Presiden Joko Widodo memastikan penanganan polusi udara di DKI Jakarta terus dilakukan oleh pemerintah. Dia juga menyebut aksi ini harus dilakukan secara total meskipun membutuhkan waktu.
Beberapa cara yang dapat menurunkan polusi udara di Jakarta, yaitu optimalisasi kendaraan umum, penanaman pohon, penerapan work from home (WFH), hingga modifikasi cuaca. "Dibutuhkan usaha bersama-sama semuanya," kata Jokowi.
Selain melaksanakan cara-cara di atas, pemerintah juga menjadi pengawas bagi sektor industri menjadi penyebab terbesar polusi udara seperti PLTU hingga emisi kendaraan bermotor.
"Kami cek semuanya emisinya. Termasuk pemakaian mobil listrik banyak yang kita kerjakan untuk menyelesaikan ini," ujar Jokowi. "Tapi memang bertahap. (Industri yang bandel) sanksi pasti dan bisa ditutup."