Sejarah Ketua Umum Partai Golkar, Sempat Diwarnai Dualisme Pemimpin
Partai Golkar tengah menghadapi gejolak di dalam tubuhnya akibat dorongan untuk pergantian Ketua Umum Airlangga Hartarto. Partai berlambang pohon beringin pernah mengalami dualisme kepemimpinan pada 2014 sampai 2016.
Desakan untuk pengunduran diri Airlangga muncul sejak pertengahan Juli 2023. Hal ini dipicu pemeriksaan menteri koordinator bidang perekonomian itu sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah dan turunannya.
Anggota dewan pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam mengatakan pemeriksaan tersebut seharusnya mendorong Airlanggar mengundurkan diri. “Sebagai ketua umum mundur, konsentrasi perbaiki dirinya agar tidak terkena sebagai tersangka, atau diputuskan menjadi koruptor itu tuntutan saya sekarang,” kata Hisjam di Jakarta Pusat pada Rabu (26/7).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia meramaikan bursa ketua umum Partai Golkar.
Dari Tangan Tentara ke Politisi
Partai Golkar memiliki daftar ketua umum dengan sejarah yang mengakar ke pertengahan 1960-an. Brigadir Jenderal Tentara Nasional Indonesia (TNI) Djuhartono menjadi orang pertama yang memulai kepemimpinan di partai pohon beringin itu.
Pemilihan seorang tentara sebagai pemimpin pertama berkaitan dengan konteks pembentukan Partai Golkar. Menurut situs partai, Jenderal TNI Abdul Haris Nasution berpengaruh dalam menggerakkan Golongan Karya untuk bertransformasi menjadi partai politik dari organisasi masyarakat pada 1960-an.
Pada 1964, TNI Angkatan Darat menggunakan Partai Golkar untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.
Djuhartono memimpin Partai Golkar pada 1964 hingga 1969. Kepemimpinannya dengan demikian berlangsung pada awal masa pemerintahan Presiden Soeharto, yang merupakan bagian dari partai pohon beringin itu.
Lahir di Yogyakarta pada 1925, Djuhartono mengawali kariernya sebagai tentara Pembela Tanah Air (PETA), yang merupakan satuan paramiliter yang dibentuk oleh Jepang pada 1943. Ia mulai terjun ke dalam tubuh cikal bakal Partai Golkar lewat Front Nasional.