Sejarah Bansos: Inisiasi SBY, Makin Gencar Diguyur di Era Jokowi
Di akhir era pemerintahannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kian gencar menggelontorkan bantuan sosial atau bansos. Menjelang Pemilu 2024 lalu saja, masyarakat telah menerima beragam bantuan sosial, mulai dari bansos beras, sembako hingga bantuan langsung tunai atau BLT.
Tak hanya itu, Kepala Negara juga memutuskan untuk memperpanjang masa penyaluran bantuan sosial beras bagi 22 juta keluarga penerima manfaat atau KPM hingga Juni 2024. Namun, ia tidak menjamin bansos diperpanjang usai Juni 2024 karena anggaran negara terbatas.
Pemberian bansos ini sebenarnya bukan pertama kali dicetuskan oleh pemerintahan Jokowi. Melainkan, sudah ada sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, total nominal bantuan sosial yang selama ini diberikan pada masa Kabinet Kerja (2014-2019) dan Kabinet Indonesia Maju (2019-2024), jauh melampaui jumlah yang dikeluarkan oleh SBY.
Pertama Kali Dicetuskan oleh Pemerintahan SBY
Seperti telah disebutkan, kebijakan pemberian bansos pertama kali dikeluarkan oleh pemerintahan SBY. Tepatnya pada 2005 silam, saat pemerintah memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Saat itu bansos menjadi salah satu cara untuk mencegah lonjakan angka kemiskinan akibat kenaikan harga BBM, yang secara natural akan diikuti dengan kenaikan harga barang, terutama pangan. Langkah ini diambil setelah SBY menghadapi kenaikan harga BBM yang signifikan, yakni sebesar 29% pada Maret 2005 dan 114% pada Oktober 2005.
Kenaikan tersebut dipicu oleh peningkatan harga minyak dunia, dan untuk mengurangi beban subsidi BBM yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terutama karena banyak digunakan oleh kalangan industri dan orang-orang yang mampu.
Melalui Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 2005 tentang Implementasi Bantuan Langsung Tunai bagi Rumah Tangga Miskin, Presiden SBY meluncurkan bansos bernama bantuan langsung tunai atau BLT, sesuai nama Inpres yang ia keluarkan. Program bantuan sosial ini, ditujukan kepada 19,1 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS), tetapi hanya terlaksana untuk 17,13 juta RTS.
Pemberiannya dilakukan dalam dua tahap. Tahap I pada Oktober-Desember 2005, dan tahap II mulai Januari hingga September 2006. Nominal yang disalurkan, adalah sebesar Rp 100.000 per bulan, yang diberikan secara lump sum untuk tiga bulan. Jadi, setiap penerima BLT mendapatkan total Rp 300.000.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan program bansos ini merupakan solusi sementara untuk mencegah lonjakan angka kemiskinan. Meski demikian, efeknya sangat terasa, karena pendapatan dan daya beli masyarakat terjaga. Efeknya, pertumbuhan ekonomi tetap stabil.
Menjelang akhir periode pertamanya, pada Mei 2008 SBY kembali menyalurkan bansos, yang lagi-lagi dikarenakan adanya kenaikan harga BBM sebesar 28%. Saat itu, pemerintah memberikan BLT sebesar Rp 100.000 per bulan selama periode Juni-Desember 2008, yang diberikan kepada 18,87 juta RTS.
Selain itu, pemerintahan SBY juga menginisiasi Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini ditujukan untuk keluarga miskin, yang memiliki anak berusia 0-15 tahun, dan ibu yang sedang hamil. Berbeda dibandingkan BLT, PKH merupakan program bantuan untuk keluarga miskin dengan syarat harus menyekolahkan anak dan melakukan cek kesehatan rutin.
Program PKH menargetkan sekitar 2,4 juta keluarga miskin, dan telah diberikan ke 20 provinsi, 86 daerah, dan 739 sub daerah dengan jumlah telah menyentuh 816.000 keluarga miskin.
Di penghujung periode keduanya, pada Juni 2023, SBY kembali menjalankan dua kebijakan bansos, yakni Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM). Dua program ini digulirkan, untuk menanggulangi kemerosotan daya beli akibat kebijakan pemerintah yang kembali menaikkan harga BBM.
Jokowi Makin Gencar Guyur Bansos
Sebagai salah satu pihak yang vokal mengkritik kebijakan bansos yang dijalankan oleh SBY, Presiden Joko Widodo ternyata juga menggulirkan program serupa, disamping meneruskan bantuan sosial yang sudah dijalankan sebelumnya.
Pada awal pemerintahannya, Jokowi cenderung memberikan bantuan dalam bentuk kartu. Contohnya, Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS)., yang diluncurkan serentak pada November 2014.
Secara bertahap, pemerintah telah membagikan bantuan kepada lebih dari 15 juta keluarga kurang mampu di seluruh Indonesia, meliputi KKS yang menggantikan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) sebagai identitas keluarga kurang mampu, Kartu HP (SIM card) yang berisi uang elektronik untuk akses ke Simpanan Keluarga Sejahtera.
Lalu, Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebagai identitas penerima manfaat Program Indonesia Pintar, dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) sebagai identitas penerima manfaat Program Indonesia Sehat.
Berdasarkan laporan bertajuk "4 Tahun Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla", hingga 2018 jumlah penerima manfaat KIS, KKS, dan KIP telah mendekati target yang ditetapkan. Saat itu, capaian KKS tercatat mencapai 98% atau 9,8 juta keluarga, KIS mencapai 92,2 juta orang, dan KIP mencapai 13,2 juta siswa.
Meskipun bantuan melalui kartu dalam program-program tertentu telah diterapkan, ternyata masih belum cukup. Jokowi kemudian semakin aktif memberikan bansos berupa uang tunai, terutama saat Indonesia dihadapkan pada pandemi Covid-19 dari 2020 hingga 2022.
Selama periode tersebut, pemerintah secara agresif memberikan bansos tunai melalui program-program seperti Bantuan Subsidi Upah (BSU), BLT BBM, BLT UMKM, BLT Dana Desa (BLT-DD), BLT Pedagang Kaki Lima dan Warung, BLT Minyak Goreng, serta BLT El Nino.
Kemudian, ada pula Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang diberikan kepada KPM berupa kartu keluarga sejahtera yang salah satunya dapat digunakan di e-warong terdekat.
Meski ada kata-kata "non-tunai" KPM tetap saja menerima dalam bentuk uang tunai sebesar Rp 200.000 per bulan, yang dibagikan dua bulan sekali. Artinya, dalam satu tahun ada enam tahap penyaluran dan KPM akan menerima Rp 400.000 dalam sekali pencairan.
Perbedaan mendasar dari program BLT pada masa pemerintahan Presiden Jokowi dengan yang dijalankan pada era Presiden SBY, adalah jenis yang lebih banyak dan nominal anggaran yang dikeluarkan jauh lebih besar.
Selama masa pemerintahannya, Jokowi telah meluncurkan berbagai program BLT dengan total setidaknya Rp 190 triliun, atau sekitar 346% lebih besar dari total yang dikeluarkan selama masa pemerintahan Presiden SBY, yang hanya sekitar Rp 40 triliun.
Menjelang Pemilu 2024, APBN bahkan mengalokasikan sejumlah program bansos reguler dengan total anggaran Rp 496,8 triliun untuk beberapa program. Salah satunya adalah PKH bagi 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), program Kartu Sembako yang ditujukan untuk 18,8 juta KPM, dan BLT Desa untuk 2,96 juta KPM.
Kemudian, Kepala Negara juga menginisiasi BLT mitigasi risiko pangan, sebesar Rp 200.000 per bulan per KPM untuk periode Januari-Maret 2024. Penyalurannya dilakukan sekaligus dengan jumlah Rp 600.000 pada Februari lalu, yang mendekati hari pencoblosan pemilu pada 14 Februari 2024. Dengan target sasaran 18,8 juta KPM, total anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp 11,25 triliun.
Reporter: Risma Kholiq (Magang)