UU Minerba Direvisi, Perpanjangan Kontrak Pertambangan Jadi Tak Pasti
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyatakan kepastian hukum sektor pertambangan tidak sebaik sektor migas. Ini lantaran, revisi Undang-undang (UU) Nomor 4 2009 tentang Pertambangan Minerba tak kunjung selesai dibahas oleh DPR dan pemerintah.
Padahal, UU Minerba penting untuk memberikan perpanjangan kontrak bagi perusaaan batu bara. Gatot menjelaskan hingga kini belum ada kepastian hukum terkait waktu perpanjangan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) setelah 30 tahun.
"Termasuk definisi waktu usaha yang mana 30 tahun setop, atau 30 tahun plus 10 tahun, atau dua kali 10 tahun seperti yang ditulis di undang-undang atau di dalam kontrak," kata Gatot dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (11/12).
(Baca: Kementerian ESDM: Arutmin Ajukan Perpanjangan Kontrak Batu Bara)
Dia pun membandingkan perpanjangan kontrak sektor migas yang lebih pasti. Jika kontrak migas berakhir dalam 30 tahun, perusahaan migas bisa mendapatkan perpanjangan kontrak selama 20 tahun.
"Berbeda dengan Blok Mahakam dan Rokan, jelas sudah 30 tahun dapat kesempatan dua kali 10 tahun. Kami baru masuk 30 tahun saja ramai bukan main," ujar Bambang.
Pdahal di negara lain tidak ada pembatasan waktu kontrak. Salah satunya di Kanada yang memberikan kontrak pertambangan tak terbatas bagi investor.
Oleh karena itu, Bambang berharap ada aturan yang pasti terkait perpanjangan kontrak pertambangan. Dengan begitu, investor tertarik menanamkan modalnya di sektor pertambangan Indonesia.
(Baca: Menteri ESDM dan DPR Sepakat Lanjutkan Pembahasan RUU Minerba)