Ragu Hitungan Garuda soal Utang, Sriwijaya Tunjuk Auditor Independen
Maskapai Sriwijaya Air meragukan perhitungan besaran utang perusahaan kepada Garuda Indonesia Group. Untuk itu, perusahaan telah menunjuk auditor independen guna mengaudit ulang nilai utang tersebut.
Dalam laporan keuangan konsolidasi Garuda Indonesia kuartal III 2019 lalu, Sriwijaya Air memiliki total utang US$ 135,11 juta atau sekitar Rp 1,8 triliun jika mengacu kurs Rp 14.000 per dolar AS. Posisi utang tersebut membengkak dibandingkan Desember 2018 US$ 55,39 juta.
"Itu angka menurut catatan mereka. Tapi, nanti akan coba kami bicarakan. Menurut kami tidak segitu besar, makanya kami tunjuk auditor independen," kata Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson Jauwena di kantornya, Cengkareng, Senin (20/1).
Jefferson menilai, besaran utang hingga kini masih merupakan klaim sepihak Garuda Indonesia sehingga perlu dibuktikan nilai kewajarannya. Adapun audit independen tersebut diperkirakan bakal rampung dalam dua bulan ke depan.
"Kami menunjuk auditor independen untuk memastikan apakah tagihan yang ditagihkan itu wajar atau tidak. Agar hasil audit itu benar-benar independen," katanya.
(Baca: Sriwijaya Air Beberkan Strategi Bisnis usai Pecah Kongsi dari Garuda)
Selain memiliki utang kepada maskapai milik pemerintah, Sriwijaya juga dikabarkan memiliki beberapa utang kepada perusahaan-perusahaan pelat merah lainnya, seperti PT Pertamina, PT Angkasa Pura I dan II, serta PT Bank Negara Indonesia Tbk atau BNI. Namun, Jefferson memastikan, utang kepada Angkasa Pura dan BNI belum menunggak.
"Yang perlu dilakukan restrukturasi itu utang kepada Pertamina dan GMF Aero Asia," kata dia.
Seperti diketahui, PT GMF Aero Asia adalah anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Sriwijaya Air Yusril Ihza Mahendra menyebut, kerja sama Sriwijaya Air dengan Grup Garuda Indonesia yang berlangsung sejak akhir tahun lalu merugikan kliennya. Kerja sama tersebut membuat operasional Sriwijaya Air menjadi tak efisien dan justru membuat utang perusahaan semakin membengkak.
"Menurut persepsi Sriwijaya Air, utang bukannya berkurang malah membengkak selama dikelola oleh Garuda. Apalagi beberapa waktu yang lalu perjanjian KSO (kerja sama operasi) diubah menjadi KSM (kerja sama manajemen)," ujar Yusril di Kantor Kementerian Koordinator Maritim, Kamis (7/11).
(Baca: Kerja Sama dengan Sriwijaya Kandas, Kinerja Garuda Berpotensi Turun)
Di sisi lain, Garuda Indonesia mengaku, dengan berakhirnya kerja sama dengan Sriwijaya Air akan berdampak pada penurunan kinerja keuangan perusahaan. Hal ini lantaran terdapat pos pendapatan yang tak lagi masuk dalam laporan keuangan maskapai BUMN itu.
Pelaksana Tugas Direktur Utama Garuda Indonesia Fuad Rizal menjelaskan pihaknya perlu melakukan penurunan nilai atau impairment dalam laporan keuangan perusahaan seiring berakhirnya kerja sama dengan Sriwijaya Air Grup. Hal ini tentu akan berdampak pada kinerja keuangan perusahaan di akhir tahun.
"Karena kerja sama diakhiri jadi management fee akan ada impairment. Ini penting dan baik agar tidak membebani di tahun berikutnya," kata Fuad dalam paparan publik di kantornya, Tangerang, Jumat (27/12).