Ekonomi Melambat, Garuda Upayakan Efisiensi Tahun Depan
Perusahaan juga menurunkan biaya overhead sebesar 10 persen, melalui pemotongan biaya yang tidak memberikan nilai tambah, serta peningkatan produktivitas karyawan. Seperti, tidak menambah karyawan saat kedatangan 15 pesawat tahun depan, sehingga menurunkan rasio pesawat terhadap karyawan yang saat ini 1:60, menjadi 1:50.
Efisiensi lainnya yang akan dilakukan adalah dengan menjual beberapa pesawat tua, diantaranya jenis Boeing 737-300 dan Boeing 737-500. Pesawat-pesawat yang akan dijual tersebut karena dinilai sudah tidak efisien. Sebagai gantinya, perseroan akan mendatangkan 15 pesawat berbadan lebar jenis Boeing 777 dan Airbus 330.
Di tengah perlambatan ekonomi dan upaya efisiensi yang dilakukan, Garuda menurunkan target pertumbuhan kapasitas angkut penumpang menjadi hanya 10 persen ? 12 persen. Padahal, kata Arif, laju pertumbuhan pendapatan perseroan tahun mencapai 19 persen ? 20 persen.
Penurunan target pertumbuhan ini juga sejalan dengan proyeksi perlambatan ekonomi tahun depan. Pelemahan rupiah diperkirakan dapat membuat orang akan lebih berhemat, termasuk dalam melakukan perjalanan. Perusahaan-perusahaan juga akan melakukan penghematan tahun depan.
Tahun depan Arif memproyeksikan harga bahan bakar (avtur) berada pada kisaran US$ 75 sen per liter. Lebih rendah dari tahun ini, sekitar US$ 82,9 sen per liter. Sementara proyeksi nilai tukar rupiah terhadap dolar, berada pada kisaran Rp 13.000 per dolar.
Tahun ini industri penerbangan tengah mengalami 'turbulensi', akibat pelemahan rupiah dan harga bahan bakar yang sempat mencapai harga tertinggi. Ada juga aspek peraturan yang kurang kondusif, yang akhirnya mempengaruhi kinerja perusahaan.
Hingga kuartal III, pendapatan perseroan masih tumbuh 4,26 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun kerugian yang didapat juga malah bertambah hingga lima kali lipat, dari US$ 32,58 juta menjadi US$ 204,65 juta.