Pasar Saham Lesu Imbas Pandemi Corona, BUMN Tahan Diri untuk IPO
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih menahan perusahaan pelat merah untuk melantai di pasar modal dalam waktu dekat. Padahal, beberapa BUMN sudah berencana melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO).
Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan, salah satu pertimbangannya adalah kondisi pasar saham yang sedang lesu imbas. "Kita lihat saja nanti kondisi market seperti apa," katanya kepada Katadata.co.id beberapa waktu lalu.
Beberapa anak atau cucu usaha BUMN sebenarnya sudah menyampaikan rencana untuk melantai di bursa saham. Salah satunya adalah PT Adhi Commuter Properti yang sudah menyampaikan rencana IPO sejak Februari 2020 lalu.
Anak usaha PT Adhi Karya Tbk (ADHI) ini berencana menawarkan 30% sahamnya kepada publik, dengan target raihan dana hingga Rp 2,5 triliun. Namun, rencana tersebut sepertinya mundur dari target waktu pelaksanaan yang sudah ditetapkan oleh Perseroan, yaitu triwulan II-2020.
(Baca: BEI: 29 Perusahaan Antre IPO, Mayoritas dari Sektor Properti)
"Dengan memperhatikan kondisi ekonomi dan kondisi market saat IPO kami luncurkan, rencana IPO yang sedianya akan kami lakukan di triwulan II tahun ini, kami undur," kata Direktur Keuangan, Manajemen Risiko, dan SDM Adhi Commuter Mochamad Yusuf kepada Katadata.co.id.
Sayangnya Yusuf tidak mengungkapkan kapan target pelaksanaan IPO ini terealisasi. Dia hanya berharap bahwa pandemi Covid-19 segera berakhir dan ekonomi berjalan dengan baik sehingga bisa merealisasikan IPO sesegera mungkin. "Masih lihat kondisi pasar sih. Mudah-mudahan bisa stabil secepatnya," kata Yusuf menambahkan.
BUMN lain yang berminat untuk IPO yaitu PT Pegadaian (Persero). Meski begitu, perusahaan tidak memiliki target waktu khusus karena masih ingin mempercantik kinerja, seperti yang disampaikan oleh Direktur Utama Pegadaian Kuswiyoto pertengahan Februari lalu.
Pihak Bursa Efek Indonesia (BEI) sebenarnya berharap bahwa ada perusahaan pelat merah yang bisa melantai di pasar modal tahun ini. Untuk bisa menarik BUMN, Bursa mengaku terus melakukan pendekatan dengan Kementerian BUMN, baik melalui komunikasi formal maupun non-formal.
(Baca: BEI Targetkan Lima BUMN Besar IPO pada 2020)
Namun, hingga saat ini, belum ada BUMN dan anak-cucunya yang masuk dalam daftar pipeline IPO tahun ini. "Untuk penawaran saham BUMN dan anak, kami masih menunggu," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna Setya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (24/4).
Prospek Berat Saham Emiten Baru
Senior Vice President Research PT Kanaka Hita Solvera Jason Nasrial menilai bahwa efek menyebarnya virus corona di dalam negeri menjadi beban untuk perusahaan yang berencana IPO tahun ini.
Pasalnya, terjadi imobilitas ekonomi karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan social distancing. "Imobilitas ekonomi akan menggerus pertumbuhan pendapatan setidak-tidaknya 50%," kata Jason kepada Katadata.co.id.
Dia menambahkan bahwa perusahaan yang sudah IPO sejak awal tahun ini pun, harga sahamnya akan menyesuaikan dengan turunnya pendapatan perusahaan pada semester pertama tahun ini. "Jadi cepat atau lambat akan koreksi," katanya.
(Baca: Analis Sebut IPO Jumbo Bakal Kembali Gairahkan Pasar Modal)
Investor pun dihadapkan pada pilihan yang lebih menarik dibandingkan dengan saham IPO, yaitu saham-saham blue chip yang sudah memiliki price to book value (PBV) 1 kali. Pasalnya, sejak awal tahun, kinerja pasar saham memang sedang anjlok, sejalan dengan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang turun hingga 28%.
Menurut Jason, daripada mengejar saham-saham yang baru IPO, publik investor bakal lebih memilih saham-saham blue chip. Pasalnya, saham blue chip yang sedang murah, memiliki prospek dan fundamental bisnis yang jauh lebih solid dibandingkan saham IPO. "Jadi, berat prospeknya untuk saham-saham yang baru listed," kata Jason.