Naik Lebih 100%, Saham Kimia Farma dan Indofarma Masuk Radar UMA Bursa
Auto rejection merupakan penolakan secara otomatis dari sistem JATS (Jakarta Automated Trading System) terhadap penawaran jual dan/atau permintaan beli efek bersifat ekuitas karena terlampauinya batasan harga atau jumlah perdagangan efek bersifat ekuitas yang ditetapkan Bursa.
Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee mengatakan kenaikan kedua saham ini karena sentimen uji coba klinis vaksin virus corona yang dikembangkan oleh PT Bio Farma (Persero) yang bekerja sama dengan perusahaan bioteknologi asal Tiongkok, Sinovac Biotechnology Co.Ltd.
Menurutnya, pelaku pasar menginginkan keuntungan dari kedua emiten farmasi tersebut, yang akan terlibat langsung sebagai distributor setelah vaksin diproduksi secara massal oleh Bio Farma.
“Bio Farma BUMN, jadi mereka akan kasih (distribusinya) ke BUMN juga. Ini jadi sentimen positif buat saham INAF dan KAEF,” katanya kepada Katadata.co.id, Kamis (23/7).
Meski begitu, kata Hans, sentimen pasar perihal kemajuan penelitian vaksin ini tak berlangsung lama. Pasalnya vaksinnya belum tentu manjur 100%. Sebab probabilitas kegagalannya juga besar yakni 42%. Jika pun vaksin ini terbukti bisa menyembuhkan Covid-19, proses produksinya masih lama.
Vaksin ini paling cepat diproduksi sekitar enam bulan, jika lolos uji klinis tahap ketiga akhir bulan ini. Itu sebabnya, dia mengingatkan agar pelaku pasar ekspektasinya tidak berlebihan. “Ini sentimen sesaat. Seluruh dunia juga lagi happy. Tapi hati-hati jangan berlebihan juga,” ujarnya.
Senada, Analis CSA Research Institute, Reza Priyambada, sependapat bahwa uji coba klinis tahap ketiga vaksin buatan Indonesia hanya sentimen sementara dampaknya kepada saham INAF dan KAEF.
Alasannya vaksin masih perlu beberapa tahapan untuk memastikan keakuratannya. “Saya prediksi sentimen ini paling bertahan sekitar dua mingguan,” katanya kepada Katadata.co.id.