OJK Godok Aturan Saham Suara Banyak Jelang IPO Unicorn, Ini Syaratnya
Jelang penawaran umum saham perdana ke publik atau Intial Public Offering alias IPO unicorn, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggodok aturan IPO bagi perusahaan teknologi melalui penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multipel (SHSM) atau multiple voting shares (MVS). Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, di antaranya perusahaan harus menciptakan inovasi dan memiliki aset minimal Rp 2 triliun.
Hal ini tercantum dalam rancangan Peraturan OJK Nomor 04 Tahun 2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas.
SHSM merupakan klasifikasi saham, di mana satu saham memberikan lebih dari satu hak suara kepada pemegang saham. Calon emiten yang melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas dapat menerapkannya.
Berdasarkan draf aturan, calon emiten yang ingin menerapkan SHSM harus memenuhi beberapa kriteria. Salah satunya, perusahaan harus menggunakan teknologi untuk menciptakan inovasi produk yang meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, serta bermanfaat secara sosial.
"Memiliki pemegang saham yang mempunyai kontribusi signifikan dalam pemanfaatan teknologi," demikian tercantum dalam Pasal 3 Ayat 2 draft POJK yang diperoleh Katadata.co.id.
Selain itu, calon emiten harus memenuhi syarat total aset paling sedikit Rp 2 triliun, dan sudah melakukan kegiatan operasional paling singkat 3 tahun.
Calon emiten juga harus memenuhi laju pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) minimal 35% dari total aset selama 3 tahun terakhir. Sedangkan, CAGR dari pendapatan selama 3 tahun terakhir minimal 30%.
Selanjutnya, calon emiten harus menyantumkan suara multipel dalam anggaran dasar secara jelas dan terperinci. Salah satunya, jangka waktu pengakhiran SHSM paling lama 10 tahun sejak efektifnya pernyataan pendaftaran.
Dalam rancangan peraturan tersebut, regulator melarang setiap pemegang SHSM untuk mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan sahamnya selama 2 tahun setelah pernyataan pendaftaran menjadi efektif.
Pemegang SHSM, baik sendiri maupun secara bersama-sama, hanya dapat memiliki 47,3% dari seluruh saham. SHSM lebih dari 47,3%, kelebihannya dianggap sebagai saham biasa.
Emiten yang menerapkan ini, wajib menerapkan rasio hak suara saham biasa terhadap SHSM. OJK berencana mengatur dalam empat rasio hak suara tergantung dengan persentase SHSM.
Kepemilikan atas SHSM yang berkisar 10% - 47,3% rasio hak suara saham biasa terhadap saham multipel sebesar 1 berbanding 10. Lalu kepemilikan suara multipel 5% sampai dengan kurang dari 10%, rasio hak suara sebesar 1 berbanding 20.
Untuk kepemilikan atas saham multipel paling sedikit 3,5% sampai kurang dari 5%, rasio hak suaranya sebesar 1 berbanding 30. Sementara, kepemilikan atas saham multipel paling sedikit 2,5%, rasio hak suaranya sebesar 1 berbanding 40.
Aturan ini dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan unicorn yang ingin melantai di bursa saham nasional, antara lain Bukalapak dan GoTo.
Sebelumnya, e-commerce Bukalapak dikabarkan sedang bersiap melakukan IPO pada Agustus 2021. Perusahaan rintisan (startup) yang kini menjelma sebagai unicorn milik perusahaan teknologi PT Elang Mahkota Teknologi Tbk itu sedang menunggu persetujuan OJK.
Di sisi lain, GoTo, Grup teknologi hasil peleburan Gojek Indonesia dan Tokopedia juga dikabarkan berencana melantai di bursa saham. Namun, keinginan manajemen untuk tercatat di Papan Utama disebut-sebut terganjal aturan bursa.
Berdasarkan sumber D-Insights, proses IPO GoTo tersebut terkendala oleh ketentuan BEI terkait klasifikasi papan pencatatan saham. Dalam beleid bursa, perusahaan yang belum meraup keuntungan akan tercatat di papan pengembangan atau akselerasi, bukan di papan utama.
“Gojek dan Tokopedia sedang melobi otoritas bursa agar bisa tercatat di papan utama,” ujar sumber D-Insights tersebut.
Sebelumnya, Direktur Utama BEI Inarno Djajadi menyambut baik perusahaan teknologi dan unicorn untuk IPO. Maka itu, regulator menyesuaikan peraturan yang sudah ada dengan karakteristik unicorn yang sedikit berbeda dengan saham-saham perusahaan lain.
Langkah-langkah perubahan dan pengembangan aturan dilakukan BEI tak hanya untuk menyambut kehadiran perusahaan teknologi dan unicorn di pasar modal, tetapi juga melindungi kepentingan investor.