BEI Finalisasi Aturan Saham Hak Suara Banyak untuk Dorong IPO Unicorn
Bursa Efek Indonesia (BEI) berharap beleid POJK tentang multiple voting share (MVS) dapat terbit sesuai target yaitu akhir tahun ini. Aturan itu untuk memfasilitasi perusahaan rintisan (startup) mencatatkan sahamnya di bursa lewat penawaran umum saham perdana ke publik (IPO).
"Bursa dan SRO (self-regulatory organization) terus mendukung proses tersebut, termasuk secara intens berdiskusi dengan OJK," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna yang dikutip Kamis (18/11).
MVS merupakan klasifikasi saham, dimana satu saham memberikan lebih dari satu hak suara kepada pemegang saham. Calon emiten yang melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas dapat menerapkannya.
Rancangan Peraturan OJK tersebut sudah bisa diakses dalam rangka permintaan tanggapan publik. Dalam rancangan tersebut, dijelaskan sejumlah syarat yang harus dipenuhi, di antaranya perusahaan harus menciptakan inovasi dan memiliki aset minimal Rp 2 triliun.
Calon emiten yang ingin menerapkan MVS juga harus perusahaan yang menggunakan teknologi untuk menciptakan inovasi produk. Sehingga perusahaan bisa meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, serta bermanfaat secara sosial.
Selanjutnya, calon emiten harus mencantumkan suara multipel dalam anggaran dasar secara jelas dan terperinci. Salah satunya, jangka waktu pengakhiran MVS paling lama 10 tahun sejak efektifnya pernyataan pendaftaran.
Dalam rancangan peraturan tersebut, regulator melarang setiap pemegang MVS untuk mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan sahamnya selama 2 tahun setelah pernyataan pendaftaran menjadi efektif.
Pemegang MVS, baik sendiri maupun secara bersama-sama, hanya dapat memiliki 47,3% dari seluruh saham. MVS lebih dari 47,3%, kelebihannya dianggap sebagai saham biasa.
Aturan Bursa untuk Dorong IPO Startup di Mata Analis
Rencana penerapan MVS menjadi salah satu langkah BEI dalam mengakomodasi kebutuhan startup berstatus unicorn yang ingin melantai di bursa saham nasional. Selain soal MVS, ada sejumlah permintaan unicorn kepada Bursa agar mau melantai.
Nyoman pernah berkata, unicorn ingin masuk ke papan utama yang diisi oleh perusahaan besar dan memiliki pengalaman operasional yang cukup lama. Masalahnya, unicorn belum memenuhi syarat untuk masuk papan utama.
Salah satu syarat untuk masuk papan utama, membukukan laba usaha pada 1 tahun buku terakhir. Persyaratan lainnya adalah memiliki aset berwujud bersih (net tangible assets) minimal Rp 100 miliar.
Analis Bahana Sekuritas Muhammad Wafi mengatakan, upaya BEI mendorong IPO unicorn sudah baik. Hanya saja, peraturan soal MVS yang belum keluar menjadi penghambat melantainya sejumlah unicorn, salah satunya Grup GoTo.
"GoTo juga menunggu aturan itu (MVS) keluar, baru IPO. Kalau tidak keluar, kalau tidak tida salah, GoTo buka opsi untuk IPO di luar Indonesia," katanya kepada Katadata.co.id.
Analis Pasar Modal Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada menilai BEI dan OJK sudah sangat responsif dalam memfasilitasi perusahaan rintisan untuk IPO, salah satunya dengan dikebutnya penerbitan MVS.
Ia yakin dengan diterbitkannya MVS, dapat menambah jumlah emiten sehingga kapitalisasi pasar ikut terdongkrak. Terlebih, Bursa mengklasifikasikan saham-saham teknologi dalam indeks sektoral yang mandiri.
Meski begitu, ia menilai otoritas perlu memikirkan peraturan soal kepemilikan modal karena startup merupakan perusahaan yang sarat dengan modal. "Itu yang harus diatur, siapa-siapa saja pihak yang diperbolehkan untuk memiliki perusahaan terbuka startup," ujar Reza.
Hal tersebut sejalan dengan esensi dari persaingan usaha agar para pelaku bisnis dapat menjalankan usahanya dengan adil. Sehingga, dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan konsumen bebas memilih.
Analis Panin Sekuritas malah menilai sebenarnya BEI maupun OJK tidak perlu repot-repot memikirkan peraturan khusus agar perusahaan rintisan mau IPO. Sehingga, peraturan yang sudah ada saat ini, dirasa sudah cukup.
"Karena bisa menghilangkan kesan netral dari BEI dan seolah memberikan perlakuan khusus terhadap startup," kata William.
Menurutnya, saat ini biarkan pelaku pasar yang menilai peraturan-peraturan yang sudah diterbitkan oleh Bursa. Pasalnya, peraturan sebagus apapun, yang menentukan adalah respons pelaku pasar.