Morgan Stanley Ungkap Tiga Skenario Harga Saham GoTo
Morgan Stanley menyampaikan tiga skenario harga saham emiten teknologi PT Goto Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). Asumsi tersebut disampaikan dalam riset bertajuk "GoTo, An Indonesian Super App... Significantly Overvalued" yang dipublikasikan 19 Juli 2022.
Pada skenario bull case, harga saham GoTo diperkirakan berada di level Rp 485 per saham, dengan asumsi market share bisnis mobility dan bisnis e-commerce GoTo terus meningkat di level 51% dan 33% dalam tiga tahun ke depan. Sedangkan, di lini bisnis delivery market juga naik menjadi 33%.
Selanjutnya, skenario base case, harga saham GoTo diproyeksikan berada di level Rp 230 per saham. Asumsinya, market share bisnis mobility mengalami penurunan di level 47%, sedangkan bisnis e-commerce akan tumbuh menjadi 28%. Adapun, bisnis delivery diperkirakan turun menjadi 47% pada 2025 mendatang dari saat ini pada kisaran 53%.
Sedangkan, pada skenario ketiga, yakni bear case, Morgan Stanley memproyeksikan harga saham GoTo berada di level Rp 140 per saham dengan asumsi market share akan turun menjadi 45% dan bisnis e-commerce juga turun menjadi 24% di 2025 mendatang. Sedangkan, bisnis delivery akan turun menjadi 45% pada tiga tahun ke depan.
Dalam risetnya, Morgan Stanley juga menyematkan peringkat underweight dengan target harga di kisaran Rp 230 per saham. Menurut Morgan Stanley, GoTo berpotensi menangkap peluang pertumbuhan struktural berkelanjutan dari konsumen digital dan siklus pemulihan pasca COVID-19.
Hanya saja, ketika Morgan Stanley membandingkan GoTo dengan dua kompetitornya, Grab dan Sea Grup yang juga sama-sama memiliki aplikasi super (super app), total addressable market (TAM) GoTo lebih kecil dengan tingkat potensi profitabilitas yang lebih rendah secara struktural.
"GoTo kemungkinan akan dapat menyelesaikan masalah penghasil uangnya pasca 2025, dan kemungkinan akan menjadi bisnis yang lebih kuat setelah masuknya e-commerce di super app-nya," tulis riset Morgan Stanley, dikutip Senin (15/7).
Saat ini, TAM pendapatan GoTo berada di level US$ 16 miliar, lebih rendah dari Grab sebesar US$ 20 mililar dan Sea senilai US$ 65 miliar. Pendapatan Grab dan Sea lebih besar karena berada di lebih banyak negara.
"Selain itu, kami memperkirakan GoTo telah kehilangan kepemimpinan pasar di pasar intinya di Indonesia karena Grab di on-demand dan Shopee di e-commerce," bunyi riset itu.
Dengan profitabilitas yang lebih rendah dibandingkan rekan-rekan ASEAN, GOTO akan dan lebih sedikit uang tunai. "Kami memperkirakan segmen on-demand dan e-commerce GoTo masing-masing hanya akan mencapai profitabilitas EBITDA pada 2024/25e," ungkap Morgan Stanley.
Selain itu, ada sejumlah risiko yang membayangi GoTo. Antara lain, risiko GoTo bisa saja keluar dari pasar Singapura dan Vietnam. Kedua, peningkatan persaingan yang memungkinkan GoTo untuk mencapai titik impas EBITDA lebih cepat dari yang diharapkan di pasar inti Indonesia. Ketiga, pengurangan biaya yang signifikan yang berarti GoTo tidak perlu menambah modal dalam tiga tahun ke depan.
Sampai dengan kuartal pertama tahun ini, mengacu pada laporan keuangan GOTO yang belum diaudit perusahaan tercatat membukukan kerugian yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai Rp 6,47 triliun. Kerugian itu meningkat sebesar 72% dari periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp 1,81 triliun.
Pada tiga bulan pertama tahun ini, perusahaan membukukan pendapatan bersih senilai Rp 1,49 triliun, naik 65,48% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya Rp 904,83 miliar. Angka ini diperoleh dari pendapatan bruto perusahaan senilai Rp 5,23 triliun setelah dikurangi biaya promosi kepada pelanggan senilai Rp 3,73 triliun pada kuartal pertama tahun ini.
Sejalan dengan meningkatnya pendapatan, perusahaan merger Gojek dan Tokopedia ini juga mencatatkan kenaikan beban pokok pendapatan menjadi Rp 1,21 triliun dari tahun sebelumnya Rp 693,14 miliar.
Beban penjualan dan pemasaran tercatat naik menjadi Rp 3,30 triliun dari tahun sebelumnya Rp 431,49 miliar. Sedangkan, beban umum dan administrasi naik dari Rp 697,33 miliar menjadi Rp 2,58 triliun.