Era Bunga Tinggi Usai, Emisi Obligasi Korporasi Diramal Capai Rp 140 T
Tren penerbitan obligasi korporasi di dalam negeri dinilai akan melesat dibanding tahun lalu. Faktor pendorongnya ialah ekspektasi berakhirnya era suku bunga tinggi di tahun ini.
Head of Fixed Income Research Sinarmas Sekuritas, Aryo Perbongso, memprediksi nilai emisi penerbitan obligasi korporasi bakal mencapai Rp 120 triliun sampai Rp 140 triliun. Nilai tersebut lebih tinggi dari tahun 2023 yang hanya sekitar Rp 102,2 triliun. Sektor yang paling banyak menerbitkan obligasi adalah sektor finansial seperti perbankan dan asuransi.
“Nilai jatuh tempo sektor finansial sebesar 36% dari total obligasi jatuh tempo Rp 128 triliun,” kata Aryo, dalam Sinarmas Sekuritas Market Outlook, Kamis (14/3).
Aryo menambahkan, perusahaan mengharapkan bahwa suku bunga bank sentral akan turun. Sehingga, hal itu akan membuat biaya dana menjadi lebih murah bagi perusahaan. "Sehingga akan menurunkan cost of fund untuk mendapatkan dana agar dapat mengembangkan usahanya,” ucap Aryo.
Sebelumnya, pada pertengahan Januari 2024, berdasarkan tim riset DBS, pemerintah telah menerbitkan 7% dari target pembiayaan obligasi 2024. DBS menyebut, Indonesia telah menghimpun US$ 2,05 miliar bulan ini melalui penerbitan obligasi dolar dengan tenor 5 tahun, 10 tahun dan 30 tahun dalam tiga tahap pada awal tahun ini.
"Obligasi tersebut diterbitkan menyusul penghimpunan dana sebesar $2 miliar melalui sukuk dolar AS/obligasi syariah pada November," kata DBS.
Selain itu, obligasi dalam mata uang asing membantu mendukung posisi neraca pembayaran, terlepas dari saldo kas rupiah, yang cukup besar. Dengan begitu, pengeluaran diperkirakan tidak akan mencapai target, terutama dengan pemilu mendominasi narasi tahun ini, yang juga akan menurunkan total kebutuhan pembiayaan.
Secara keseluruhan, menurut DBS, dinamika ini akan menurunkan gejolak pasar obligasi rupiah, tepat pada saat pelaku pasar masih fokus pada pemilihan waktu dan skala penurunan suku bunga AS tahun ini.
"Kami tetap memiliki pandangan positif terhadap ruang pendapatan tetap rupiah, dan memperkirakan penurunan suku bunga jangka pendek dan jangka panjang pada akhir 2024," ujar DBS.