IHSG Merosot Dekati Level 6.500 Sehari Usai Danantara Diluncurkan, Apa Sebabnya?

Ringkasan
- Menko Marinves RI, Luhut Binsar Pandjaitan, bertemu dengan PM Singapura, Lee Hsien Loong, dan Deputi PM, Lawrence Wong, untuk menjajaki kerjasama penyimpanan karbon lintas batas atau carbon capture storage (CCS), yang dianggap bisa mendukung pembangunan industri rendah karbon antara kedua negara.
- Indonesia diakui sebagai negara Asia Pasifik dengan perkembangan regulasi CCS tercepat, memiliki potensi penyimpanan karbon lebih dari 577 Gigaton, menunjukkan kemampuan signifikan dalam mendukung kerjasama penyimpanan karbon.
- Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon yang memungkinkan penyimpanan karbon dari luar negeri dengan syarat tertentu, termasuk adanya investasi di Indonesia, kerja sama bilateral antarnegara, serta perolehan rekomendasi atau izin dari pemerintah Indonesia.

Indeks Harga Saham Gabungan terkoreksi 2,39% ke level 6.591 pada perdagangan Selasa (25/2). Hal ini terjadi tepat sehari setelah Presiden Prabowo Subianto meresmikan berdirinya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara di Istana Negara.
Merujuk data perdagangan BEI, di hari peluncuran Danantara, Senin (24/2) IHSG juga ditutup melemah 0,78% pada level 6.749. Padahal pada sesi pembukaan IHSG sempat menguat di kisaran Rp 6.800.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan penurunan IHSG merupakan reaksi atas beberapa peristiwa yang terjadi.
“Dua faktor penyebabnya yaitu Indonesia mengalami underweight di update Morgan Stanley terakhir dan kekhawatiran dan skeptisme investor terhadap prospek Danantara,” ujar Budi Frensidy kepada Katadata.co.id.
Menurut Budi, Penyebab pertama berkaitan dengan pengumuman terbaru dari Morgan Stanley yang merevisi rating bursa menjadi underweight. Morgan Stanley adalah perusahaan jasa keuangan global terkemuka yang berbasis di Amerika Serikat.
Lembaga ini juga menyediakan berbagai layanan, termasuk investment banking, perdagangan efek, dan wealth management. Selain itu Morgan Stanley memiliki divisi riset yang secara berkala menerbitkan laporan analisis pasar keuangan global.
Salah satu laporan yang sering diperhatikan adalah rating terhadap bursa saham berbagai negara, termasuk Indonesia. Rating ini bisa berupa rekomendasi overweight, equal weight, atau underweight, yang memengaruhi sentimen investor terhadap pasar modal di negara yang bersangkutan.
Adapun faktor kedua menurut Budi berkaitan dengan prospek Danantara. Peluncuran Danantara yang dilakukan Prabowo sehari sebelumnya telah menjadi sorotan investor terutama berkaitan dengan kompetensi dan rencana strategis yang akan dilakukan dalam beberapa waktu ke depan.
Sebelumnya, ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai Danantara akan memiliki kekuasaan usai resmi diluncurkan Prabowo. Meski begitu ia menyoroti potensi pengawasan yang dinilai akan minim. Hidayat mengatakan Danantara dibentuk sebagai lembaga yang berada langsung di bawah presiden.
Ia menjelaskan, dalam aturan kelembagaan yang ada Danantara tidak tunduk pada mekanisme akuntabilitas yang sama seperti badan usaha milik negara alias BUMN pada umumnya. Bahkan, dalam Undang-undang yang mengatur badan ini disebutkan bahwa kerugian yang dialami Danantara tidak akan dianggap sebagai kerugian negara.
“Implikasi dari aturan ini cukup serius. Tanpa sistem check and balances yang memadai, ada kemungkinan besar penyalahgunaan wewenang,” ujar Hidayat.
Menurut data RTI hingga pukul 13.30 WIB, perdagangan efek menunjukkan nilai transaksi saham pada perdagangan hari ini tercatat mencapai Rp 6,72 triliun. Adapun volume 11,87 miliar saham dan frekuensi sebanyak 806.453 kali.
Sebanyak 95 saham menguat, saham 485 terkoreksi, dan 196 saham tidak bergerak. Sedangkan untuk kapitalisasi pasar IHSG pada hari ini menjadi Rp 11.413,28 triliun.
Sektor industri dasar menjadi sektor yang paling terkoreksi yakni 4,05%. Diikuti sektor primer 3,02%, dan sektor energi 2,75% serta sektor industri 2,8%.