Strategi Chandra Asri (TPIA) Kuasia 5% Saham SSIA, Potensi Lanjut jadi Akuisisi?


Emiten orang terkaya nomor satu di Indonesia Prajogo Pangestu, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) terus memperluas jangkauan bisnis. Yang terbaru, TPIA muncul menjadi pemegang saham perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha real estat,kawasan industri, pengelolaan gedung dan perhotelan, PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA).
Berdasarkan data Kustodian Efek Indonesia (KSEI) per 21 Maret 2025 TPIA menggenggam 250.596.065 atau setara 5,33% saham SSIA. Kemudian pada 26 Maret 2025, emiten Prajogo Pangestu itu menambah kepemilikan sahamnya sebanyak 262.520.365 lembar saham.
Kini Chandra Asri Pacific menggenggam sebanyak 5,58% saham atau setara dengan 8.663.900 lembar saham SSIA. Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia, mengatakan investor perlu mencermati alasan di balik pembelian saham SSIA oleh Chandra ASri.
Merujuk ke catatan KSEI, TPIA menggenggam 5,33%, apabila mengacu ke harga penutupan pada 21 Maret 2025, total modal yang dikeluarkan TPIA untuk borong SSIA mencapai Rp 214 miliar. Liza mengatakan transaksi dilakukan dalam bentuk pengelolaan dana nasabah individu atau PDNI dari manajer investasi Henan Putihrai Asset Management (HPAM) berdasarkan kontrak yang dibuat kedua belah pihak.
Ia menilai transaksi belum tentu berpotensi menjadi bagian dari strategi jangka panjang. Menurut Liza aksi borong saham ini tidak serta merta bisa diartikan sebagai langkah TPIA untuk mengakuisisi Surya Semesta Internusa.
“Jadi belum tentu aksi masuk ke SSIA ini murni keinginan pihak Prajogo Pangestu alias akuisisi,” kata Liza kepada Katadata.co.id, dikutip Kamis (26/3).
Liza menilai bahwa transaksi saham TPIA ke SSIA kemungkinan hanya merupakan inisiatif manajer investasi untuk menambah SSIA dalam portofolio investasi TPIA. Selain itu SSIA juga dikenal sebagai saham yang tidak memiliki pengendali utama, dengan kepemilikan publik mencapai 73,11%.
Menurut Liza, saham dengan porsi kepemilikan publik yang besar berisiko menghambat arah kebijakan perusahaan. Dari sisi teknikal, ia menyebut tingginya free float atau lebih dari 50% dapat membuat pergerakan harga saham SSIA cenderung lebih sulit naik karena jumlah saham yang beredar terlalu besar.
Pada perdagangan Rabu (26/3), saham SSIA tercatat naik 1,78% dan ditutup di level Rp 860 per saham, dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp 4,05 triliun. Pada perdagangan hari ini, Kamis (27/3) pukul 14:36 WIB, terpantau turun 2,91% ke level Rp 835 per lembar saham dan kapitalisasi pasarnya menjadi Rp 3,93 triliun.
Di luar faktor tersebut, SSIA memiliki prospek menarik dari sisi operasional, terutama dengan rencana pembangunan pabrik mobil listrik BYD dari China dan VinFast dari Vietnam di kawasan industrinya di Subang. Investasi kedua perusahaan ini diperkirakan mencapai US$ 2,2 miliar, dengan target operasional pada 2026.
Lebih jauh, apabila melihat laporan keuangan kuartal ketiga 2024, Liza mengatakan pendapatan SSIA dari kawasan industri melonjak 591% menjadi Rp 387 miliar, sementara laba segmen ini meningkat 766% menjadi Rp 281 miliar.
Margin segmen kawasan industri pun naik dari 58% di tahun sebelumnya menjadi 72,79%. Namun, bisnis real estate dan penyewaan gudang mengalami tekanan, dengan pendapatan turun 18,99% menjadi Rp 293 miliar dan laba segmen turun 21,22% menjadi Rp 98 miliar.
Secara keseluruhan, Liza menyebut laporan keuangan SSIA untuk tahun buku 2024 diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Menurutnya, harga saham SSIA saat ini masih bergerak di area support 840–800.
Atas aksi korporasi yang muncul, Kiwoom Sekuritas merekomendasikan beli bertahap sambil menunggu breakout di atas level resistance 900 sebelum melakukan average up. Target harga terdekat diproyeksikan berada di kisaran Rp 1.000–1.040, dengan potensi naik hingga Rp 1.150.