Kementerian BUMN: Suntikan Modal Negara Tak Langsung Buat Cetak Laba
Deputi Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha BUMN Kementerian BUMN Aloysius K Ro menyebut pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) tak langsung berdampak atas keuntungan perusahaan pelat merah. Pernyataan ini menjelaskan alasan tujuh BUMN merugi setelah diberikan PMN.
Tujuh BUMN tersebut, yakni PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT PAL Indonesia (Persero), PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Perkebunan Nusantara X (Persero), PT Perkebunan Nusantara IX (Persero), PT Perkebunan Nusantara VII (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara III (Persero).
(Baca: Kerugian Enam BUMN Bengkak Setelah Dapat Suntikan Modal Negara)
Aloysius mengatakan, PMN digunakan untuk memberikan suntikan modal bagi BUMN dalam berinvestasi di berbagai proyek. Penyelesaian proyek tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum beroperasi.
Beberapa proyek misalnya, kata Aloysius, membutuhkan waktu hingga dua sampai tiga tahun sebelum bisa beroperasi. Alhasil, keuntungan korporasi tak bisa langsung muncul setelah BUMN mendapatkan PMN. (Baca juga: Pemerintah Setop Suntikan Modal, BPJS Diminta Mandiri Atasi Defisit)
"Kami melihat proyek itu butuh waktu untuk menjadi untung. Membangun satu, dua, tiga tahun setelah itu baru beroperasi. Di situlah kami mengharapkan return dari proyek itu, investasi itu memberikan imbal hasil. Jadi ada time lag antara investasi dengan keuntungan," kata Aloysius di kantornya, Jakarta, Selasa (12/9).
Aloysius menyatakan ada beberapa kendala bagi ketujuh BUMN tersebut dalam menjalankan usahanya. Kendala tersebut seperti karena accounting treatment, restrukturasi, maupun faktor global.
"Ada memang mau melakukan perapihan, bersih-bersih. Kedua karena faktor global," kata Aloysius. (Baca: Proyek LRT Jabodebek, DPR Terbelah Soal Pemberian PMN untuk KAI)
Adapun, PTPN III, VII, IX, dan X mengalami kerugian karena terkendala faktor musim yang berdampak pada produktivitas dan kualitas tebu.
"Khusus untuk industri gula sepanjang tahun lalu itu iklim basah. Ini yang menjadi musuh utama pabrik gula. Sudah basah, susah panen," kata Deputi Bidang Usaha Industri Agro Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro.
(Baca: Disuntik Negara Rp 2 Triliun, SMI Danai Proyek Tol dan Listrik)
Wahyu menambahkan, kucuran dana ke PTPN III Holdings senilai Rp 3,5 triliun itu diberikan ketika perusahaan sedang melakukan restrukturasi. Sebab pada saat itu banyak anak perusahaan PTPN III Holdings yang tidak kompetitif.
Alhasil, PMN tidak berkenaan langsung dengan penerimaan PTPN III. "PTPN Group ini menerima PMN ketika saat itu mengalami restrukturasi. Ketika 31 Desember 2015 PMN turun, 2016 mengalami review kajian, konsultasi, dan sampai dengan saat ini masih dalam tahap investasi," kata Wahyu.
(Baca: Lewat Debat Panjang, KAI Gaet Suntikan Modal Negara Rp 2 T Buat LRT)
Kendati demikian, Wahyu optimistis pada akhir tahun ini akan ada perbaikan kinerja dari PTPN. Pasalnya, harga CPO di pasar global mulai membaik dan penyelesaian masalah internal di PTPN terus dilakukan.
"Mulai ada perbaikan di tahun 2017, mendukung harga jual CPO, semua penyelesaian-penyelesaian juga sudah dilakukan," kata Wahyu.
Guna menyelesaikan masalah meruginya ketujuh BUMN, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan diminta melakukan audit kinerja. Setelah hasil audit keluar, pihak manajemen akan segera dipanggil untuk memberi penjelasan.
"Kami meminta audit BPKP terhadap kinerja manajemen yang terima PMN dan rugi tersebut. Supaya dapat masukan yang lebih fair, lebih independen," kata Aloysius.
Meruginya ketujuh BUMN yang menerima PMN menjadi sorotan setelah Rapat Dengar Pendapat antara Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dari total 45 BUMN penerima PMN, hanya 30 di antaranya yang membukukan perbaikan kinerja.
Rinciannya, sebanyak 26 BUMN membukukan kenaikan laba dan empat BUMN membukukan penurunan kerugian. Sisanya, sembilan BUMN dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) membukukan penurunan laba, lalu enam BUMN membukukan kenaikan kerugian.
Pada 2015, pemerintah mengalokasikan PMN sebesar Rp 64,8 triliun. Dari jumlah tersebut, yang sudah digunakan yaitu sebesar Rp 47,8 triliun atau 75%. Namun, penggunaan PMN di beberapa BUMN masih di bawah 50% atau tidak sesuai dengan rencana bisnis (business plan). Penyebabnya karena ada keterlambatan perizinan dan pemilihan mitra strategis untuk pembangunan proyek, pengadaan masih dalam proses tender, dan keterlambatan pengadaan lahan.