Gagal Bayar KSP Indosurya Disebut karena Imbas Asuransi Jiwasraya

Image title
14 Mei 2020, 17:34
Ilustrasi, uang rupiah. Pengacara HS mengatakan karena kasus Jiwasraya banyak nasabah KSP Indosurya yang menarik dana sehingga koperasi mengalami kesulitan keuangan.
KATADATA
Ilustrasi, uang rupiah. Pengacara HS mengatakan karena kasus Jiwasraya banyak nasabah KSP Indosurya yang menarik dana sehingga koperasi mengalami kesulitan keuangan.

Penyidikan kasus gagal bayar KSP Indosurya Cipta masih terus bergulir di kepolisian. Salah satu tersangka dalam perkara ini, menyebut kasus gagal bayar bukan disebabkan oleh salah kelola pengurus.

Pengacara HS, Junifer Girsang mengatakan, permasalahan yang dialami oleh KSP Indosurya karena terkena efek domino dari situasi yang dialami di sistem keuangan Indonesia, yakni kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya.

Dia menyebut, kasus-kasus gagal bayar yang menimpa Jiwasraya mendorong kepanikan dari nasabah KSP Indosurya, yang kemudian banyak yang menarik dananya.

Jiwasraya menjadi sorotan utama, karena meledak di awal tahun, dan merupakan salah satu kasus yang paling mengemuka, dengan kerugian mencapai triliunan rupiah.

"Banyak nasabah KSP Indosurya yang menarik dananya, sehingga koperasi tidak memiliki dana untuk memutar bisnis. Kondisi ini akhirnya membuat koperasi benar-benar kehabisan uang," kata Junifer, kepada Katadata.co.id, Kamis (14/5).

Kondisi makin diperparah, karena beberapa kreditur KSP Indosurya mengalami kesulitan pembayaran cicilan pinjaman. Salah satu penyebabnya adalah, usaha atau tempat kerja kreditur terdampak pandemi virus corona (Covid-19).

(Baca: Nasabah KSP Indosurya Merasa Tertipu, Tak Tahu Simpan Uang di Koperasi)

Kasus gagal bayar sejumlah nasabah KSP Indosurya akhir-akhir ini, ia katakan, bukan terjadi karena koperasi enggan membayar. Melainkan, dananya sudah banyak yang ditarik oleh nasabah lain sebelumnya.

Untuk penyelesaian terkait pembayaran dana nasabah, Junifer telah meminta kepada kliennya untuk menyiapkan proposal untuk melanjutkan usaha KSP Indosurya.

Kemudian, proposal tersebut ditawarkan kepada para deposan, untuk selanjutnya dipustuskan menyetujuinya atau tidak. Namun, saat ini waktu pertemuan antara HS dengan para deposan belum ditentukan, karena proposal tengah disusun.

Junifer menambahkan, para deposan sendiri menginginkan agar usaha KSP Indosurya terus berjalan, karena hal ini terkait dengan pengembalian dana mereka. Para deposan, ia katakan, mau menunggu proposal penyelesaian dibuat.

"Mereka mau bersabar, menunggu klien saya menyusun proposalnya. Setelah disampaikan nanti, bagaimana pertimbangan atau keputusan para deposan tentu itu sepenuhnya hak para deposan," katanya.

Terkait dengan penyidikan yang terus berjalan, Junifer menyebut berjalannya proses penyidikan adalah hak Kepolisian. Saat ini, fokus pihaknya adalah bagaimana cara supaya HS bisa kembali menjalankan usahanya untuk mengembalikan dana nasabah.

(Baca: Masih Kumpulkan Bukti, Polisi Belum Tahan Dua Tersangka KSP Indosurya)

Kasus gagal bayar KSP Indosurya ini mencuat saat beberapa nasabah tidak bisa menarik simpanannya. Salah satu nasabah, Tirta Adi membuka rekening Tabungan Surya Maxima pada 17 Januari 2017 karena tergiur tawaran koperasi.

Berdasarkan data dokumen pengadilan, pada 19 Februari 2020 Tirta bermaksud menarik tabungan senilai Rp 9,47 miliar, namun tak dipenuhi oleh KSP Indosurya. Kemudian, Tirta pun mengajukan gugatan pailit ke pengadilan.

Mantan karyawan KSP Indosurya Malkin Singh mengungkapkan manajemen salah mengelola dana. Dari total dana yang terhimpun Rp 10 triliun, manajemen KSP Indosurya hanya menyalurkan pinjaman Rp 500 miliar.

"Berarti ada selisih Rp 9,5 triliun dan kami karyawan tidak dapat informasi pasti kemana uang tersebut," ujar Malkin, kepada Katadata.co.id, Rabu (15/4).

Gagal bayar ini kemudian berujung pada ditetapkannya dua orang, yakni HS dan SA sebagai tersangka, oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.

Kedua tersangka ini dijerat pasal Pasal 46 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Pasal ini mengatur tentang larangan menghimpun dana dari masyarakat berbentuk simpanan, tanpa izin dari Bank Indonesia (BI) dengan ancaman hukum 15 tahun penjara.

(Baca: Investasi Bodong KSP Indosurya, Jerat Kalangan Menengah Atas)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...