Pemerintah Turunkan Tarif PPh Badan, Syarat dan Ketentuan Berlaku
Kabar baik bagi korporasi. Pemerintah mempercepat penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan berbentuk perusahaan terbuka mulai tahun ini.
Rinciannya, tarif PPh wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap diturunkan dari 25% menjadi 22% pada tahun pajak 2020 dan 2021. Kemudian, tarif akan kembali turun menjadi 20% dan mulai berlaku pada tahun pajak 2022.
Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka. Aturan ini merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 ini dan berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu pada 19 Juni 2020.
Ada beberapa poin penting dalam aturan itu. Di antaranya, penyesuaian tarif PPh berlaku bagi perseroan terbuka dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor ke perdagangan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40%.
(Baca: Ditjen Pajak Catat 200 Ribu UMKM Gunakan Insentif Pajak Covid-19)
Peraturan ini juga menyebut beberapa persyaratan. Di antara syarat dan ketentuan ini sudah dipaparkan pemerintah dalam PP No 29/2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka Penanganan Covid-19.
Berikut adalah gambaran bagaimana pandemi Covid-19 menggerus penerimaan pajak di Indonesia:
Syarat Penurunan Tarif PPH
Dalam PP No. 30 Tahun 2020 ditegaskan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi mencakup empat hal, yakni:
Pertama, saham yang lepas ke bursa efek harus dimiliki oleh paling sedikit 300 pihak.
Kedua, masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang ditempatkan atau disetor penuh.
Pihak yang dimaksud tidak termasuk wajib pajak perseroan terbuka yang membeli kembali (buyback) sahamnya dan/atau yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam UU PPh dengan wajib pajak perseroan terbuka.
Ketiga,ketentuan minimal setor saham, jumlah pihak, dan persentase kepemilikan saham tiap pihak harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 hari kalender dalam jangka waktu satu tahun pajak.
Keempat, pemenuhan persyaratan dilakukan wajib pajak perseroan terbuka dengan menyampaikan laporan kepada Ditjen Pajak (DJP).
(Baca: Jokowi Teken Pepres Revisi Kedua APBN 2020, Defisit Anggaran Rp1.039 T)
“Dalam hal ketentuan tidak terpenuhi, pajak penghasilan terutang dihitung dengan menggunakan tarif pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (badan normal),” demikian bunyi penggalan Pasal 3 ayat (5) PP No. 30 Tahun 2020.
Terkait pembelian kembali saham, Pasal 4 PP No. 30 Tahun 2020 juga mengatur ketentuan ini dapat dikecualikan berdasarkan ketentuan di bidang perpajakan. Pengecualian ini juga telah dipakai dalam pemberian insentif sesuai PP 29/2020.
Di mana, selain wajib pajak, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ataupun pejabat yang ditunjuk juga dapat menyampaikan daftar wajib pajak perseroan terbatas yang memenuhi syarat kepada Menteri Keuangan melalui Dirjen Pajak.
Ke depan, aturan ini masih membutuhkan aturan turunan berupa Peraturan Menteri Keuangan terkait bentuk dan tata cara penyampaian laporan wajib pajak perseroan terbuka kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.