Nasabah Jiwasraya Minta Kemenkeu Siapkan Dana Sebelum Restrukturisasi
Jelang restrukturisasi polis PT Asuransi Jiwasraya, pemerintah diharapkan sudah menyiapkan dana untuk mengganti investasi nasabah pemegang polis.
Salah satu pemegang polis produk JS Saving Plan Jiwasraya, Machril mengatakan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus berkomitmen menyiapkan dana sebelum restrukturisasi polis dilakukan mulai Agustus 2020. Sebab, Kemenkeu merupakan ultimare shareholder Jiwasraya.
"Harapan kami, pemerintah menyiapkan uang untuk nasabah, baru bicara soal restrukturisasi," kata Machril, kepada Katadata.co.id, Selasa (28/7).
Ia berharap pemerintah ikut turun tangan dalam diskusi pengembalian dana pemegang polis, terutama soal restrukturisasi. Menurutnya, hanya pihak Jiwasraya yang berjanji melakukan diskusi dengan pemegang polis.
Padahal, menurutnya Kemenkeu wajib terlibat, untuk memastikan dana nasabah dikembalikan sebelum Jiwasraya dibubarkan. Hal ini, mengacu pada Pasal 42 Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perusahaan, yang menyebutkan perusahaan wajib menyelesaikan seluruh kewajibannya sebelum menghentikan kegiatan usaha.
Sementara, pemegang polis produk JS Saving lainnya, Rudhyanto mengatakan bahwa sebenarnya tidak begitu memikirkan langkah yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan masalah Jiwasraya. Bahkan, dia menilai tidak etis untuk mendikte pemerintah dalam urusan ini.
Hanya saja, dia tegas mengatakan bahwa Jiwasraya dan pemerintah, memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengembalikan dana investasi nasabah.
"Pengembalian dana investasi nasabah adalah pertaruhan tanggung jawab hukum, dan moral karena telah menerima penempatan investasi pemegang polis," kata Rudhyanto.
Sementara, Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Fajar B. Hirawan mengusulkan dilakukan pengelompokan untuk memetakan nasabah yang membutuhkan dana segera. Terutama untuk nasabah tradisional, yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah.
"Saya yakin ada data yang sangat lengkap untuk pengkategorian. Nasabah yang memang dirasa membutuhkan dana segar sesegera mungkin untuk dapat bertahan di tengah pandemi Covid-19 ini harus diprioritaskan," kata Fajar.
Namun, Fajar menilai, niat baik dan keseriusan dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah gagal bayar polis Jiwasraya patut diapresiasi. Apapun skema dan bentuk restrukturisasinya, diharapkan mampu meyakinkan pemegang polis bahwa dana mereka aman dan bisa dicairkan.
"Pemerintah wajib bertanggung jawab atas dana yang dikelola oleh perusahaan asuransi pelat merah tersebut," katanya.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), selaku pemegang saham, telah menyatakan komitmennya menyelesaikan masalah Jiwasraya, yang mulai gagal bayar sejak 2018. Fokus dari restrukturisasi adalah pengurangan nilai pokok, dan penurunan bunga dari sekitar 12-14% menjadi kisaran 6-7%.
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan, nantinya semua produk direstrukturisasi, baik polis tradisional maupun produk JS Saving Plan. Ia menjelaskan, akan menurunkan bunga yang sebelumnya dijanjikan.
"Dilihat juga cost of fund-nya, tidak hanya bunga. Intinya nantinya akan ditukar dengan produk baru," kata Hexana kepada Katadata.co.id, Senin (20/7).
Seperti diketahui, usai restrukturisasi Jiwasraya, pemegang polis akan dipindahkan ke perusahaan baru, bernama Nusantara Life, yang berada di bawah holding BUMN Asuransi, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI).
Adapun, masalah yang membelit perusahaan asuransi pelat merah ini membuat kinerja semakin menurun. Penurunan kinerja dipengaruhi berbagai faktor, seperti kesalahan pembentukan harga produk, lemahnya prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi, rekayasa harga saham, dan tekanan likuiditas dari produk JS Saving Plan.
Alhasil, ekuitas Jiwasraya turun hingga negatif Rp 23,92 triliun sepanjang Januari-September 2019. Perusahaan juga mengungkapkan adanya potensi penurunan nilai aset sebesar Rp 6,21 triliun. Dengan demikian, total ekuitasnya bisa mencapai minus Rp 30,13 triliun.
Tambahan dana sebesar Rp 32,89 triliun pun dibutuhkan untuk menutupi nilai ekuitas yang negatif dan memenuhi ketentuan permodalan asuransi (risk based capital/RBC) yang telah ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).