OJK Catat Restrukturisasi Kredit PEN Rp 720 Triliun, Trennya Menurun
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan jumlah restrukturisasi kredit dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 semakin lama terus menurun. Regulator berharap nilai restrukturisasi kredit ke depan bisa berada di bawah posisi saat ini, Rp 720 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, posisi terakhir restrukturisasi kredit yang termasuk dalam program stimulus PEN 2021 berada di posisi Rp 744,75 triliun.
"Trennya terus melandai dan bahkan diharapkan angka terakhir lebih rendah dari itu. Saya dapat berita kalau angka terakhir sudah Rp 720 triliun," ujar Wimboh dalam acara Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2021 yang digelar secara virtual, Kamis (14/10).
Wimboh menyampaikan strategi mempercepat pemulihan ekonomi di tengah fluktuasi ekonomi global, dengan berfokus pada sejumlah hal. Pertama, mengamati penanganan pandemi Covid-19 melalui pelaksanaan vaksinasi dan kesiapan layanan kesehatan.
Kedua, memperhatikan arah kebijakan fiskal dan moneter di sejumlah negara maju sebagai upaya normalisasi pasca-pandemi Covid-19. Hal ini dilakukan agar dapat memitigasi dampak negatif yang akan timbul, sehingga ekonomi Indonesia bisa tahan terhadap gangguan dari luar.
Ketiga, mendorong permintaan domestik secara optimal. Menurut dia, dengan mobilitas masyarakat yang lebih longgar, regulator berharap bisa menjadi sumber ekonomi yang lebih besar. Pihaknya juga mendorong kapasitas produksi yang lebih besar untuk aktivitas ekspor, seiring peningkatan permintaan global
"Terutama industri tekstil yang terus didorong karena permintaan global terus naik. Kami harapkan produksi di dalam negeri tidak terganggu, sehingga bisa jadi potensi yang besar," katanya.
Regulator juga berkomitmen mengarahkan kebijakan yang mendukung industri-industri berorientasi ekspor, termasuk terkait pembiayaan. Tujuannya, agar memiliki daya saing yang tinggi di tengah kompetisi global.
Keempat, pemulihan ekonomi pada sektor yang terdampak langsung pandemi Covid-19. OJK akan terus memantau program restrukturisasi kredit, dan pemberian pinjaman terhadap sejumlah industri, termasuk sektor pariwisata dan pendukungnya.
Terakhir, hal yak kalah penting adalah akselerasi digitalisasi, terutama pada sektor keuangan. Hal ini bertujuan agar sektor keuangan bisa memberi layanan yang cepat, mudah dan berkualitas.
"Ini juga potensi bagi start up (perusahaan rintisan) untuk masuk ke area ini. Fenomena ini yang terjadi di seluruh dunia, start up jadi potensi untuk perolehan dana di pasar modal," ujarnya.
Terkait pasar modal, Wimboh menyampaikan pandemi Covid-19 merupakan tantangan dan ujian terbesar bagi pasar modal, baik di Indonesia maupuk di seluruh dunia. Namun, kini kondisinya terus mengalami perbaikan.
"Kami terus menjaga berbagai indikator keuangan tetap solid dan terjaga agar menunjang IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) kembali ke posisi pra-pandemi," katanya.
Senada, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi mengatakan pandemi Covid-19 yang terjadi hampir dua tahun terakhir telah menghadirkan tantangan bagi ekonomi dan pasar modal nasional.
Maka itu, menurut dia, BEI melakukan penyesuaian besar-besaran, termasuk memanfaatkan teknologi digital dalam sejumlah aktivitas, baik transaksi, edukasi, maupun sosialisasi pasar modal.
Dalam perkembangannya, kondisi pasar modal terus mengalami perbaikan. Hal ini terbukti dengan adanya penambahan jumlah investor, perusahaan yang tercatat di bursa, dan aktivitas perdagangan saham.
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah Single Investor Identification (SID) mengalami peningkatan dalam delapan bulan terakhir, bahkan mencapai rekor 1 juta investor saham baru.
Per 30 september 2021, total SID tercatat sudah mencapai 6,4 juta, termasuk di antaranya adalah 2,9 juta SID saham. Pada periode yang sama, jumlah perusahan yang terdaftar di BEI naik menjadi 750 emiten, dengan tambahan 38 perusahaan yang baru tercatat sepanjang tahun ini.
Tak hanya itu, aktivitas perdagangan juga meningkat dalam tiga bulan terakhir. Aktivitas transaksi bahkan mencapai rekor baru dari sejak swastanisasi BEI 1992 lalu. Rata-rata nilai perdagangan harian lebih dari Rp 13 triliun atau naik dua kali lipat dari lima tahun lalu.
Transaksi perdagangan tercatat 1,2 juta per hari, tertinggi di kawasan Asia Tenggara selama 3 tahun terakhir. Sementara itu, volume perdagangan diketahui sebesar 19 miliar saham per hari.