Pemerintah Agendakan Pembahasan Utang Kereta Cepat, Ada Opsi Ditanggung APBN

Rahayu Subekti
30 Oktober 2025, 10:02
Kereta cepat Whoosh melintas di Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (31/7/2025). Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Republik Indonesia Agus Harimurti Yudhoyono menyatakan saat ini pemerintah tengah memper
ANTARA FOTO/Abdan Syakura/bar
Kereta cepat Whoosh melintas di Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (31/7/2025). Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Republik Indonesia Agus Harimurti Yudhoyono menyatakan saat ini pemerintah tengah mempercepat kajian terkait usulan perluasan (jalur) Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh ke Surabaya guna mempercepat mobilitas yang terintegrasi dan efisien di seluruh Pulau Jawa.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah memastikan akan mengagendakan pembahasan khusus mengenai penyelesaian utang kereta cepat yang saat ini dioperasikan PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) itu.

Utang kereta Whoosh yang sudah dioperasikan sejak 2 Oktober 2023 saat masa pemerintahan Presiden Joko Widodo itu membengkak karena peningkatan biaya proyek.

“Itu (penyelesaian utang Whoosh) nanti dibahas khusus. Ada pembahasan khusus,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Istana Kepresidenan, Rabu (30/10).

Polemik Penyelesaian Utang Whoosh

Total investasi pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ini tembus hingga US$ 7,27 miliar atau setara Rp 120,78 triliun (kurs Rp 16.631 per dolar AS. Dari total investasi ini, sekitar 75% dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan bunga 2% per tahun.

Utang ini makin bertambah seiring dengan pinjaman baru karena adanya pembengkakan biaya atau cost overrun yang mencapai US$ 1,2 miliar atau setara Rp 19,96 triliun. Bunga utang atas pembengkakan biaya ini juga disertai bunga lebih tinggi yaitu di atas 3% per tahun.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak pembayaran utang Whoosh menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Pemerintah menyatakan bahwa dana APBN tidak akan digunakan untuk menanggung beban utang dari proyek transportasi cepat pertama di Asia Tenggara tersebut. 

Purbaya berpendapat bahwa Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) selaku holding BUMN seharusnya mampu mengelola persoalan keuangan tersebut, mengingat dividen perusahaan-perusahaan BUMN kini telah menjadi bagian dari kas Danantara. 

“Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu, tapi kalau ini kan KCIC di bawah Danantara kan. Kalau di bawah Danantara, mereka sudah punya manajemen sendiri,” kata Purbaya saat seso zoom meeting dengan media di Bogor, Jumat (10/10).

Terlebih, Purbaya menyebut rata-rata dividen yang didapatkan bisa mencapai Rp 80 triliun dalam setahun. Seharusnya KCIC bisa mengelola utang proyek Woosh itu dari dividen tersebut.

“Jangan kita lagi karena kan kalau nggak, ya semuanya kita lagi, termasuk devidennya,” kata Purbaya.

Sebelumnya, Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) menyatakan sudah menyiapkan dua skema untuk menyelesaikan utang dari proyek KCIC.

Skema ini yaitu dengan mengambil alih infrastrukturnya oleh pemerintah dan menyuntikkan dana tambahan. Dengan diambil alih, maka utang infrastruktur atau prasarana akan beralih ke pemerintah dan menjadi beban APBN.

"Apakah kemudian kita tambahkan equity yang pertama atau kemudian memang ini kita serahkan infrastrukturnya sebagaimana industri kereta api yang lain, infrastrukturnya itu milik pemerintah. Nah ini dua opsi ini yang kita coba tawarkan," kata Chief Operating Officer (COO) BPI Danantara Dony Oskaria di Jakarta, Kamis (9/10).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...