Hadapi Dua Gugatan PKPU, Saham Sritex Terperosok 10% dalam Sepekan
Harga saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) terperosok 6,86% atau 12 poin ke level Rp 163 pada penutupan perdagangan hari ini, Kamis (22/4), dari posisi pembukaan Rp 175. Berdasarkan data RTI, saham SRIL telah merosot hingga 10,93% dalam waktu sepekan, bahkan anjlok sampai 23,83% jika dihitung dalam kurun satu bulan terakhir.
Penurunan kinerja saham SRIL terjadi setelah emiten tekstil dan garmen yang dikenal dengan nama Sritex itu mendapat gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari dua korporasi sekaligus dalam kurun sepekan terakhir. Hal ini terjadi di tengah upaya perseroan merestrukturisasi utang.
PT Bank QNB Indonesia Tbk mengajukan gugatan PKPU kepada pemilik Sritex, Iwan Setiawan Lukminto dan sang istri, Megawati. Bank QNB juga mengajukan gugatan terhadap anak usaha SRIL, PT Senang Kharisma Textil. Gugatan dilayangkan pada Selasa (22/4) di Pengadilan Negeri Semarang dengan nomor 13/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg.
Dalam petitum gugatannya, Bank QNB meminta pihak pengadilan mengeluarkan sejumlah putusan. Pertama, mengabulkan permohonan PKPU terhadap ketiga pihak tersebut. Kedua, menetapkan PKPU Sementara terhadap ketiga pihak tergugat untuk paling lama 45 hari terhitung sejak putusan a quo diucapkan.
Ketiga, menunjuk hakim pengawas di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang untuk mengawasi proses PKPU ketiga pihak tergugat.
Sebelumnya, CV Prima Karya juga menggugat PKPU Sritex dan tiga anak usahanya ke Pengadilan Negeri Semarang. Ketiga anak usaha SRIL antara lain, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya. Gugatan ini dilayangkan pada Senin (19/4) dengan nomor gugatan 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg.
Petitum menetapkan empat perusahaan berada dalam PKPU untuk jangka waktu paling lama 45 hari sejak dikeluarkan putusan ini. Sebagai tim pengurus dalam proses penundaan PKPU, apabila tergugat dalam perkara ini dinyatakan pailit, maka seluruh biaya pengadilan dibebankan kepada empat perusahaan tersebut.
Sebelumnya, Sritex menunda penerbitan surat utang global senilai US$ 325 juta atau sekitar Rp 4,55 triliun pada Januari lalu. Penundaan ini dilakukan setelah lembaga peringkat utang Moody's menurunkan peringkat Sritex menjadi B1 dari sebelumnya Ba3.
Dalam riset yang diterbitkan pada 23 Desember 2020, Moody's menurunkan peringkat surat utang senior tanpa jaminan senilai US$ 150 juta yang jatuh tempo pada 2024. Surat utang senior lainnya yang diturunkan senilai US$ 225 juta yang jatuh tempo pada 2025.
Menanggapi gugatan tersebut, Sritex memberi penjelasan tertulis kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait kronologi proses perpanjangan pinjaman sindikasi perusahaan. Pada 2 November 2020, perseroan mengirim surat ke agen fasilitas yang memberi pinjaman atau facility agent.
Selanjutnya pada 2 Februari 2021, Mandated Lead Arranger dan Bookrunner (MLAB) meminta perpanjangan waktu pembayaran pinjaman selama 1 bulan menjadi Maret 2021.
“2 Maret 2021, terkonfirmasi perpanjangan waktu pembayaran utang sebesar US$ 205 juta dan dalam proses administratif dengan rencana penandatanganan pada tanggal 19 Maret 2021,” ujar Corporate Secretary PT Sri Rejeki Isman Tbk. Welly Salam dalam keterangan tertulis.
Namun terjadi penundaan penandatanganan oleh MLAB pada 19 Maret 2021. Sampai akhirnya, Moody's Investors Service menurunkan peringkat utang Sritex dari semula B1 menjadi B3 pada 22 Maret 2021.
“Sritex memastikan hingga saat ini perusahaan masih memenuhi financial covenant yang diberikan oleh setiap kreditur berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2020,” kata Welly.
Menurut dia, proses restrukturisasi pinjaman sindikasi sedang dalam diskusi dan pengkajian dengan penasihat finansial dan penasihat hukum perusahaan. Sritex berharap BEI dapat memberikan ruang dan waktu agar dapat mencapai keputusan yang terbaik untuk semua pihak.
Prospek dan Kinerja Saham Sritex
Analis Anugerah Zamzami menjelaskan, laporan keuangan 2020 menunjukkan rasio solvabilitas Sritex mengalami penurunan nilai dalam kuantitas atau deteriorasi. Maka itu, investor perlu memperhatikan kondisi likuiditas perseroan sangat ketat di saat banyak pinjaman jatuh tempo pada 2021.
"Perusahaan mengalami kesulitan bayar kewajiban, sedangkan fasilitas pinjaman lain mungkin sulit,” ujar Anugerah saat dihubungi Katadata.co.id, Kamis (22/4).
Menurut dia, modal kerja yang dibutuhkan perseroan untuk operasional cukup besar, sementara siklus perputaran kas atau cash conversion cycle berada dalam kondisi yang semakin hari semakin lama.
Analis PT Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas menilai kasus gugatan PKPU sangat mempengaruhi kinerja saham Sritex di pasar modal. Hal itu terbukti dengan aksi jual yang dilakukan sejumlah investor.
“Saya merekomendasikan wait and see saja. Sekiranya kedua belah pihak menemukan solusi yang baik baru bisa dilirik nantinya, karena kondisi valuasinya sudah murah juga. Tinggal menunggu momentum untuk buyback (beli kembali),” ujarnya.