RI Resmi Gabung BRICS, Ini Respons Erick Thohir
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir memberikan respons usai Indonesia secara resmi telah bergabung dengan BRICS pada Senin (6/1). BRICS merupakan blok ekonomi non-Barat yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan, dengan anggota baru seperti Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab.
Erick menilai bahwa perdagangan antarnegara di kawasan Selatan perlu terus didorong. Dengan bergabungnya Indonesia dalam BRICS, ia optimistis Indonesia bisa mendapatkan manfaat besar dari peningkatan perdagangan tersebut.
Lebih lanjut, Erick mengatakan Indonesia akan tetap menjalankan perdagangan yang baik dengan negara-negara seperti Cina, India, dan Rusia. Sebagai negara yang independen dan tidak terikat pada aliansi geopolitik tertentu, kata Erick, Indonesia tetap berpegang pada aturan World Trade Organization (WTO) dan aktif dalam perdagangan internasional.
“Indonesia tetep juga WTO tetap berdagang, ya inilah Indonesia,” kata Erick kepada wartawan di Jakarta, Kamis (9/1).
Indonesia Diminta Waspadai Risiko Geopolitik Usai Gabung BRICS
Keanggotaan Indonesia di BRICS menghadirkan banyak peluang, namun juga disertai sejumlah risiko. Salah satunya adalah tantangan geopolitik yang dapat memengaruhi hubungan strategis Indonesia dengan mitra tradisional.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar, menjelaskan bahwa BRICS sering dianggap sebagai blok penyeimbang negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Hal ini dapat berdampak pada hubungan strategis Indonesia.
“Ada risiko geopolitik karena BRICS sering dipandang sebagai rival negara-negara Barat. Indonesia harus menjaga keseimbangan antara BRICS dan negara-negara Barat,” ujar Media, Selasa (7/1).
Sebagai contoh, Indonesia memiliki komitmen investasi AS sebesar US$ 500 juta pada 2023. Media menilai penting bagi Indonesia untuk tetap menjaga hubungan baik dengan mitra tradisional seperti Amerika Serikat.
Media juga menyoroti dominasi negara besar seperti Cina dan India dalam pengambilan keputusan di BRICS. Dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang jauh lebih besar dibandingkan Indonesia, dominasi ini berpotensi mengurangi pengaruh Indonesia.
“Dominasi ini dapat menciptakan kesenjangan dalam menentukan prioritas agenda, sehingga kepentingan negara seperti Indonesia tidak selalu terakomodasi,” ujarnya.