Terburuk sejak "Depresi Besar", IMF Ramal Ekonomi Tahun Ini Minus 3%

Agustiyanti
14 April 2020, 21:06
IMF, pandemi corona, virus corona, covid-19, ekonomi AS, ekonomi negara maju, pertumbuhan ekonomi, penurunan ekonomi, resesi ekonomi
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Ilustrasi. Proyeksi ekonomi yang dibuat IMF tahun ini lebih buruk dibandingkan saat krisis finansial 2008-2009.

Dana Moneter Internasional atau IMF memprediksi ekonomi global tahun ini  akan berkontraksi dan tumbuh minus 3% akibat tertekan pandemi virus corona. Proyeksi ini disebut kemerosotan ekonomi terburuk sejak "The Great Depression" (Depresi Besar) yang melanda dunia tahun 1929 dan krisis finansial global 2008-2009 yang saat itu ekonomi tumbuh minus 0,1%.

Ekonomi negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa menjadi yang paling terpukul oleh wabah ini.

Proyeksi ini termuat dalam World Economic Outlook yang dirilis IMF pada Selasa (13/4). IMF mengubah secara drastis ramalannya terhadap pertumbuhan ekonomi hanya dalam dua bulan seiring penyebaran virus corona menjalar dengan cepat dengan total kasus telah mencapai 2 juta di seluruh dunia.

Pada Januari, lembaga ini masih optimitis ekonomi global masih tumbuh 3,3%, hanya turun 0,1% dari prediksi sebelumnya meski virus corona telah menyebar di Tiongkok. Namun saat itu, jumlah kasus di luar Tiongkok masih sangat minim.

Jika mengggunakan skenario dasar pandemi corona, ekonomi global pada tahun depan dapat tumbuh mencapai 5,8% atau lebih dari dua kali lipat proyeksi sebelumnya sebesar 2,4%. Skenario dasar menggunakan asumsi penyebaran virus corona akan mereda pada semester kedua tahun ini dan tindakan karantina atau lockdown perlahan dihentikan.

"Ada ketidakpastian ekstrim di seluruh dunia terhadap perkiraan pertumbuhan ekonomi," tulis IMF dalam laporan tersebut.

(Baca: Ekonomi di Tengah Pandemi, Apakah Akan Terjadi Lagi Depresi Besar?)

Dampak ekonomi, menurut IMF, akan sangat tergantung pada faktor-faktor yang sulit diprediksi, termasuk jalur pandemi, intensitas dan kemanjuran upaya pembatasan, luasnya gangguan pasokan, dampak pengetatan dramatis terhadap kondisi pasar keuangan global, pergeseran pola pengeluaran, serta perubahan perilaku.

Banyak negara yang menghadapi tekanan krisis berlapis dari gangguan aspek kesehatan, ekonomi domestik, permintaan eksternal, pembalikan arus modal asing, hingga harga komoditas yang jatuh.

Berdasarkan proyeksi IMF, penurunan ekonomi paling tajam tahun ini akan terjadi di Italia yang tumbuh minus 9,1%, atau terjun dari tahun lalu yang masih tumbuh 0,3%. Italia saat ini menjadi negara dengan jumlah kematian tertinggi kedua setelah AS mencapai lebih dari 20 ribu orang dari total kasus 159 ribu berdasarkan data worldometers.info.

Ekonomi Amerika Serikat yang saat ini memiliki jumlah kasus dan kematian tertinggi akibat virus corona diperkirakan minus 5,9%, berbanding terbalik dari tahun lalu yang tumbuh 2,3%. Total kasus virus corona di AS mencapai lebih dari 580 ribu dengan kematian mencapai 23 ribu orang.

(Baca: Pemimpin ASEAN Sebut Covid-19 Krisis Kesehatan Terburuk Abad Ini)

Spanyol yang memiliki jumlah kasus terbesar kedua dan kematian terbesar ketiga di dunia juga akan mengalami penurunan ekonomi hingga tumbuhnya minus 8%, anjlok dari tahun lalu yang masih tumbuh 2%. Jumlah kasus virus corona mencapai 183 ribu dengan kematian lebih dari 18 ribu orang.

Secara keseluruhan, ekonomi Eropa pada tahun ini diperkirakan akan berkontraksi minus 7,5%, jatuh dari tahun lalu yang masih tumbuh 1,2%. Sementara ekonomi negara-negara maju akan tumbuh minus 6,1%.

Jika mengacu skenario dasar pandemi corona, ekonomi negara-negara maju pada tahun depan akan tumbuh 4,5%. Ekonomi AS dan negara-negara Eropa akan tumbuh masing-masing 4,7%.

Sementara itu, ekonomi negara pasar emerging dan berkembang diperkirakan akan tumbuh minus 1% dari tahun lalu yang masih tumbuh 3,7%. Namun, ekonomi negara emerging dan berkembang di Asia masih dapat tumbuh 1%, ditopang oleh Tiongkok dan India.

(Baca: Kasus Corona di Dunia Nyaris 2 Juta Orang, Naik Dua Kali dalam 11 Hari)

Ekonomi Tiongkok diperkirakan tumbuh 1,2%, terjun dari tahun lalu yang tumbuh 6,1%. India tumbuh 1%, turun dari tahun lalu yang masih tumbuh 4,2%. Namun jika kondisi sesuai dengan skenario dasar pandemi corona, ekonomi Tiongkok tahun depan diprediksi naik 9,2%, sedangkan India 7,4%.

Sementara ekonomi negara-negara ASEAN-5 diperkirakan minus 0,6%, anjlok dari tahun lalu yang tumbuh 4,8%. Namun diprediksi pulih pada tahun dengan pertumbuhan sebesar 7,8%.

IMF juga memprediksi volume perdagangan akan anjlok 11% dibanding tahun lalu. Pada 2019, volume perdagangan dunia sudah tertekan akibat perang dagang AS dan Tiongkok dan hanya mampu tumbuh 0,9%.

Jika pandemi mereda sesuai skenario dasar IMF, volume perdagangan dunia diperkirakan akan naik 8,4%, terutama didorong oleh aktivitas ekspor dan impor oleh negara emerging dan berkembang.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...