Rupiah Tembus Rp 13.600/Dolar, Sri Mulyani: Belum Pengaruhi APBN 2020
Nilai tukar rupiah yang terus menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga menembus level di bawah Rp 14.000 dikhawatirkan memperkecil penerimaan migas Indonesia. Namun Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan penguatan rupiah belum mempengaruhi APBN.
"Kita masih akan lihat satu tahun ini. Pengaruhnya kepada APBN tidak dilihat per hari," ujar Sri Mulyani saat ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Daerah, Jakarta, Selasa (14/1). Dia menambahkan pihaknya akan menghitung dampak penguatarn rupiah berdasarkan perkembangan ekonomi dalam negeri dan global.
Lebih lanjut, dia berharap akan adanya kejelasan pada perjanjian AS-Tiongkok serta tren pemangkasan suku bunga global lebih lanjut. Dengan begitu, aliran modal yang masuk akan lebih deras.
Meski begitu, dia tetap waspada terhadap perkembangan global. "Karena defisit transaksi berjalan kita kan masih ada," ucap Menkeu.
(Baca: Selangkah Jelang Damai Dagang AS, Rupiah Perkasa ke Level Rp 13.655)
Sebelumnya, Bank Indonesia atau BI mengatakan belum mengintervensi rupiah sejak awal tahun ini. BI ingin rupiah terus menguat sesuai kondisi pasar.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot Rp 13.680 per dolar AS. Artinya, rupiah menguat 1,53% dibandingkan posisi pada awal tahun ini di level Rp 13.893 per dolar AS.
"Kami punya perhitungan. Tentunya sepanjang (penguatan) ini sesuai nilai fundamental, kami membiarkan rupiah menguat," kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, Senin 3 Januari 2020.
Menurutnya, penguatan rupiah saat ini sesuai dengan kekuatan pasar atau nilai fundamentalnya yang didukung data-data ekonomi makro yang positif seperti produk domestik bruto (PDB), inflasi, dan survei konsumen.
Di sisi lain, cadangan devisa Indonesia terus naik. Pada akhir Desember 2019, nilainya mencapai US$ 129,2 miliar atau naik dibanding bulan sebelumnya yang sebesar US$ 126,6 miliar.